Laman

Translate

Pentingnya Kerja Bersama antar Instansi Pemerintah dan pelibatan Peran Serta Masyarakat sebagai Satu Team dalam Perbaikan Tata Kelola Migrasi Pekerja Migran Indonesia

Pentingnya Kerja Bersama antar Instansi Pemerintah dan pelibatan Peran Serta Masyarakat sebagai Satu Team dalam Perbaikan Tata Kelola Migrasi Pekerja Migran Indonesia

Jaringan Buruh Migran yang terdiri dari 26 organisasi yang ada di dalam dan di luar negeri telah mengawal revisi UU 39/2004 dari tahun 2010 masih melihat tata kelola migrasi masih berjalan terpisah-pisah. Akar permasalahan kelembagaan adalah lemahnya peran dan fungsi kelembagaan serta minimnya kerja sinergis dan koordinasi di antara lembaga pemerintah. Beberapa problem terkait kelembagaan dari pelaksanaan UU 39/2004, di antaranya adalah: (1) peran pemerintah pusat dan daerah masih belum jelas ; (2) pelayanan migrasi kerja bagi PMI masih panjang, berbelit-belit dan berbiaya mahal; (3) peran perlindungan PMI lebih banyak diserahkan pada PPTKIS yang notabene adalah lembaga bisnis; dan (4) lemahnya sinergitas dan koordinasi kerja antar lembaga pemerintah yang terkait dengan migrasi PMI ke luar negeri.

Laporan Komisi Pemberantasan Korupsi tahun 2014 terkait 19 kementerian/lembaga mengenai evaluasi atas rencana aksi kerja bersama untuk perbaikan Tata Kelola Tenaga Kerja Indonesia (TKI) terdiri dari beberapa bidang pembenahan yakni, Pertama. Pembenahan kualitas kelembagaan dan operasional PPTKIS baru mencapai 64% dikarenakan belum terlaksananya audit komprehensif (managemen, keuangan, kinerja) seluruh PPTKIS yang terdaftar. Kedua, pembenahan infrastruktur pemerintah dalam mendorong layanan dan perlindungan kepada BMI baru mencapai 55%. Hal ini disebabkan belum berfungsinya sistem Whistle Blowing di Kemenaker, belum ada satgas layanan dan perlindungan TKI di Perwalu dll. Ketiga, pembenahan infrastruktur bandar udara untuk menunjang perlindungan terhadap TKI, baru mencapai 56 persen. Hal ini disebabkan belum terbitnya SOP Pelaksanaan klarifikasi TKI bermasalah; Belum terwujudnya implementasi penugasan POLRI dalam pengamanan bandara; Belum terbitnya Permenhub yang mengatur pengalihan tanggung jawab penerbitan dan pengawasan kartu PAS bandar udara oleh Angkasa Pura, dll.

Tanggal 12 Oktober 2017, panja RUU 39/2004 atau RUU Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (RUU PPMI) telah selesai di pembahasan tingkat I dan akan diteruskan di pembahasan tingkat II yakni di Paripurna untuk disahkan (25 Oktober 2017). Setelah 7 tahun pembahasan akhirnya RUU PPMI diselesaikan juga. Jaringan Buruh Migran mengapresiasi upaya pemerintah dan DPR untuk menyepakati point-point krusial yang menjadi perdebatan hingga 7 tahun, terutama di point kelembagaan yakni tugas Badan kepada menteri. Telah disepakati dalam draf RUU pertanggal 12 Oktober, Kepala Badan diangkat oleh Presiden dan bertanggungjawab melalui menteri.

Dalam RUU PPMI meskipun telah disepakati mengenai pembagian tugas regulator dan operator, termasuk didalamnya tugas, kewenangan dan sanksi bagi pejabat yang melanggar, pasal konflik of interest (pejabat yang memiliki kewenangan untuk melaksanakan tindakan penempatan dan perlindungan dilarang merangkap sebagai komisaris/pengurus perusahaan penempatan)dan adanya layanan terpadu satu atap  (LTSA) untuk memudahkan koordinasi, namun kami masih melihat ada celah dalam RUU yang berpotensi bekerja secara terpisah-pisah. Belajar dari pengalaman  Filipina, dalam UU mereka termandatkan kata-kata “One country one team” . Potensi bekerja terpisah dapat dilihat pada misalnya dalam mencabut SIP2MI ( Surat Izin Perekrutan Pekerja Migran Indonesia). Meskipun dualisme dalam hal penerbitan dan pencabutan SIP2MI telah diakomodir dalam RUU PPMI, yang mana menjadi kewajiban badan, namun dalam RUU, Badan tidak dimandatkan untuk membuat peraturan terkait SIP2MI. Di sisi lain, pemerintah pusat memiliki tugas untuk mencabut SIP2MI. Sedangkan definisi pemerintah pusat adalah Presiden, Wakil Presiden dan Menteri. Definisi Badan sebagai lembaga non kementerian.


Berdasarkan permasalahan diatas, Jaringan Buruh Migran (JBM) menyerukan agar pemerintah menambah norma dalam peraturan perundang-undangan :
 
1. Membangun sistem pengawasan yang komprehensif dan dilakukan secara periodik. Dalam draf  RUU PPMI meski sudah dimandatkan untuk melakukan pengawasan, namun belum ada norma yang menyebutkan secara spesifik kata “periodik dan komprehensif” dalam melakukan evaluasi terhadap perusahaan penempatan pekerja migran Indonesia. artinya pengawasan yang ada dapat dilakukan sesekali dan berkala yang berdampak tidak maksimalnya implementasi dari UU.
2. Membangun basis data dan informasi yang terintegrasi mulai dari tingkat desa hingga luar negeri. Meski dalam RUU telah memandatkan pemerintah daerah membuat basis data namun belum ada pasal yang memandatkan tugas pemerintah pusat dalam membuat sistem database yang terintegrasi dari desa hingga luar negeri.
3. Membangun sistem penanganan kasus dan bantuan hukum yang terintegrasi. Dalam draf RUU meskipun telah disebutkan mengenai tugas pemerintah pusat dalam melakukan koordinasi kerjasama antar instansi untuk menanggapi pengaduan dan penanganan kasus, namun tugas hanya di pemerintah pusat. Pemerintah daerah (Prov dan Kabupaten) tidak mempunyai tugas untuk menanggapi pengaduan dan penanganan kasus.
4. Layanan terpadu satu atap direkomendasikan untuk didekatkan pada yang dilayani. Meskipun dalam RUU telah dimandatkan LTSA di tingkat Prov dan Kab, namun seharusnya pelayanan LTSA didekatkan pada PMI yakni di tingkat kabupaten.
5.  Memastikan keterlibatan pekerja migran Indonesia, organisasi/serikat buruh migran dan organisasi yang peduli pada pekerja migran dalam penyusunan kebijakan yang ada baik ditingkat daerah hingga pusat. Pelibatan buruh migran dalam RUU masih tidak jelas. Meski di menimbang telah ada namun seakan-akan hanya tempelan dan di pasal RUU keterlibatan ini hanya pada pengawasan dengan kata “dapat”.

Jakarta, 24 Oktober 2017


Jaringan Buruh Migran

SBMI, KSPI, KSBSI, KSPSI, Aspek Indonesia, FSPSI Reformasi, ASETUC, IMWU Belanda, KOTKIHO,  BMI SA, Serantau Malaysia, UNIMIG, HRWG, JALA PRT, LBH Jakarta, LBH Apik Jakarta, ADBMI Lombok, LBH FAS, Migrant Institute, PBHI Jakarta, Solidaritas Perempuan, INFEST Yogyakarta, TURC, Seruni Banyumas, PBH-BM, Migrant Aid, Institute for Ecosoc Rights


Narahubung:

Savitri Wisnuwardhani (SekNas JBM)   : 082124714978

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Anggota Jaringan


SBMI, KSPI, KSBSI, Aspek Indonesia, FSPSI Reformasi, ASETUC, IMWU Belanda, Kotkiho, BMI SA, Serantau Malaysia, UNIMIG, HRWG, JALA PRR, LBH Jakarta, LBH Apik Jakarta, ADBMI Lombok, LBH FAS, Migrant Institute, PBHI Jakarta, Solidaritas Perempuan, INFEST Yogyakarta, TURC, Seruni Banyumas, JBM Jateng, PBH-BM, Migrant Aids, Institute Ecosoc

Contact Information


Telp / Fax : 021-8304153

jaringan@buruhmigran.or.id
jari.pptkiln@gmail.com

Alamat Sekretariat


d/a The Institute for Ecosoc Rights.
Jl. Tebet Timur Dalam VI C No. 17 Jakarta Selatan