MENYONSONG DI SAHKANNYA RUU PERLINDUNGAN
PEKERJA MIGRAN INDONESIA
JAKARTA , 24 OKTOBER 2017
KSBSI adalah salah satu anggota Jaringan Buruh
Migran yang secara aktif berjuang pada isu perlindungan sosial bagi buruh
migran. Di UU 39/2004 Tentang Penempatan dan
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, diatur mengenai
perlindungan sosial namun skema perlindungan sosial yang ada bukan perlindungan
sosial melainkan asuransi yang mana penyelenggaranya diserahkan kepada swasta.
Akibatnya, klaim asuransi tidak dibayarkan secara maksimal oleh konsorsium TKI
kepada buruh migran. Data BNP2TKI tahun 2014, klaim asuransi yang dibayarkan
kepada buruh migran hanya mencapai 5,6%. Sejak tahun 2012-2014 SBMI menerima aduan
permasalahan BMI hanya 20% saja yang mengadu terkait klaim asuransi dan itupun
tidak semua kasus klaim asuransi bisa dicairkan oleh konsorsium perusahaan
asuransi karena terkendala masalah dokumen.[1] Dari kasus buruh migran
migran dari Qatar, sebanyak 43 yang ter PHK, 37 orang menerima klaim asuransi PHK Rp 7,5 juta, 5 diantaranya hanya
mendapatkan Rp 3,5jt karena bekerja kurang dari 2 bulan. Untuk kasus Bin Laden,
dari 106 kasus yang ditangani mendapatkan klaim PHK sepihak sebanyak Rp
7,5juta.
Jaminan sosial adalah salah satu
bentuk perlindungan sosial yang diselenggarakan oleh negara guna menjamin
warganegaranya untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar yang layak. Berangkat dari
hal tersebut bahwa warga Negara Indonesia tidak hanya berdomisili di dalam
negeri tetapi juga diluar negeri, baik mereka belajar sebagai mahasiswa ataupun
mereka sedang bekerja di berbagai sektor yang professional maupun yang sangat
rentan.
Bekerja keluar negeri kadang kala bukan menjadi pilihan
tetapi adanya unsur keterpaksaan karena tidak adanya lapangan kerja di dalam
negeri yang dapat menampung mereka, sehingga tidak ada pilihan pekerjaan yang
sesuai dengan keahlian dan memenuhi syarat kerja yang dibutuhkan, bahkan mereka
bekerja pada kodisi rentan tanpa jamianan sosial atau asuransi, membuat buruh
migran sulit mendapatkan pengobatan ketika sakit, atau membayar lebih mahal
dari yang seharusnya.
BPJS Ketenagakerjaan, mulai 1 Agustus menggantikan
asuransi TKI dalam hal perlindungan Tenaga kerja di luar negeri melalui Permen No. 7 tahun
2017, menjadi perbandingan adalah Asuransi TKI mampu menanggung 13 resiko
Pekerja Migran, tetapi BPJS hanya menanggung 6 risiko, ini menjadi kemunduran
perlindungan bagi TKI. Selain itu ada perlakuan diskriminasi terhadap Tenaga
kerja di Luar negeri, Buruh yang bekerja
di Indoensia, mendapatkan jaminan kematian (JK), Jaminan Kecelakaan kerja
(JKK), Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP), tetapi buruh mingan
hanya diwajibkan pada 2 jaminan ( JKK dan JK) sementara JHT adalah opsional dan
JP tidak di rekomendasikan sama sekali, itupun dapat ditanggung ketika posisi
Buruh migran berada didalam negeri, sehingga kehadiran BPJS Ketenagakerjaan
tidak menjawab kebutuhan buruh migran pada masa penempatan. Selain itu juga ada
jaminan Kesehatan yang di kelola oleh BPJS Kesehatan.
Premi / iuran Jaminan Sosial juga memberatkan TKI, mereka
dibebani biaya iuran Rp. 370,000,- (tiga ratus tujuh puluh ribu rupiah)
sementara Buruh di dalam negeri untuk JKK dan JK ditanggung oleh pemberi kerja
dan JHT buruh membayar 2 % dan 1%untuk Jaminan Pensiun, sementara jaminan sosial
bagi TKI, buruh migran harus membayar 100% dari dua program yang seharusnya
menjadi tanggungan majikan,
Buruh migran membutuhkan JHT dan JP kerena dimasa tua
buruh migran sudah tidak sulit mencari kerja di luar negeri, karena usia juga
karena kesehatan, sementara majikan banyak yang mencari tenaga kerja yang masih
mudah dan gesit, sehingga dibutuhkan jaminan bagi mereka pada masa tua, untuk
melangsungkan kehidupannya. Untuk itu KSBSI sebagai
anggota dari Jaringan Buruh Migran menuntut :
1.Tanggungan risiko untuk buruh migran di
tambah, dari 6 risiko menjadi 13 risiko seperti sebelumnya
2.Biaya Premi menjadi tanggung jawab Negara
melalui PBI atau majikan yang menanggung
3.BPJS membangun kerjasama dengan jaminan
sosial di Negara tujuan
4.Pemerintah membangun
kerjasama dengan Rumah sakit Pemerintah di Negara tujuan
5.Negara menjamin prinsip Portabilitas
untuk peserta yang berada di luar negeri.
6.BPJS harus
melakukan sosialisasi yang intensif ke kantong buruh migran tentang manfaat
BPJS bagi buruh migran
7.BPJS harus
mengevaluasi mekanisme untuk mendapatkan klaim (mekanisme klaim yang mudah dan
cepat) prosedur dan tata cara klaim jelas tapi tidak applicable.
8.BPJS harus transparansi dalam penggunaan
dana
9.Mekanisme pengawasan diperluas dengan
melibatkan peran serta masyarakat ( organisasi Buruh, organisasi Buruh Migran
dan organisasi pengiat Buruh Migran)
Jakarta, 24
Oktober 2017
Yatini Sulistyowasti ( KSBSI) : 085312303209
Tidak ada komentar:
Posting Komentar