Laman

Translate

[09 - 01 - 2018] Remitansi Perlu Dikelola Lebih Produktif

KOMPAS/A HANDOKO
Para tenaga kerja Indonesia antre untuk memasukkan aplikasi pembuatan rekening baru PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk di depan Stadium Perpaduan, Kuching, Negara Bagian Sarawak, Malaysia, Selasa (22/11/2017). Mereka membutuhkan akses keuangan yang murah karena setiap bulan mengirimkan remitansi ke Indonesia.
JAKARTA, KOMPAS — Kesadaran mengelola remitansi untuk kegiatan produktif di kalangan pekerja migran Indonesia perlu terus didorong. Pemerintah diharapkan aktif mengupayakan literasi keuangan sebelum dan sesudah penempatan pekerja.

Koordinator Sekretariat Nasional Jaringan Buruh Migran Indonesia (JBMI) Savitri Wisnuwardhani menggambarkan, pada 2004, pemakaian terbesar remitansi berturut-turut adalah untuk pembelian/sewa tanah, perbaikan rumah, biaya sekolah anak, dan pembelian perabot. Sisanya dipakai untuk kebutuhan sehari-hari, membayar utang, dan membantu sanak keluarga.

Pada 2017, lanjut Savitri, penggunaan terbesar kiriman uang itu untuk biaya kebutuhan sehari- hari, sekolah anak, modal usaha, keperluan rumah, dan pembelian barang berharga. Alokasi pemanfaatan remitansi untuk keperluan belian/sewa tanah, uang sekolah, rumah, dan kebutuhan sehari-hari selalu ada.

”Mereka sebenarnya cukup paham bahwa ketika bekerja ke luar negeri perlu memikirkan tabungan masa depan, seperti lahan dan modal usaha. Namun, saat pulang, mereka belum cukup mampu mengolah lahan jadi produktif. Kalaupun ada niat memiliki modal usaha, keterampilan mereka masih kurang,” ujar Savitri di Jakarta, Senin (8/1). Oleh karena itu, kerap terjadi anggota keluarga pergi bekerja lagi ke luar negeri agar mendapat tambahan uang.

Mereka sebenarnya cukup paham bahwa ketika bekerja ke luar negeri perlu memikirkan tabungan masa depan, seperti lahan dan modal usaha.

Laporan Bank Dunia berjudul Pekerja Global Indonesia: Antara Peluang dan Risiko (November 2017) menyebutkan, sebagian besar pekerja migran Indonesia memperoleh penghasilan lebih tinggi dan mengalami perbaikan ekonomi setelah bermigrasi. Para pekerja migran ini menerima upah bersih rata-rata sekitar Rp 3,7 juta atau hampir empat kali lipat dibandingkan upah sebelum bermigrasi.



KOMPAS/KHAERUL ANWARPara buruh migran asal Pulau Lombok dan Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, biasanya mengisi waktu luang kerja hari Sabtu dan Minggu di Taman Victoria Park, Hongkong.

Laporan ini juga menyebutkan, remitansi perempuan pekerja migran Indonesia pada 2014, mampu mengurangi partisipasi angkatan kerja anak. Perempuan pekerja migran Indonesia di sektor domestik ini berkontribusi sekitar 51 persen terhadap total remitansi.

Sebelumnya, pada 2005, Bank Dunia memperkirakan hanya 35 persen remitansi pekerja migran Indonesia yang dikirim melalui jalur formal. Kini, pengiriman melalui jalur formal diperkirakan mencapai 90 persen.

Hal ini dipengaruhi semakin mudahnya akses pengiriman keuangan dan peningkatan kualitas pelatihan sebelum keberangkatan terkait topik perbankan.

Mengacu Survei Internasional Migrasi dan Remitansi Bank Dunia 2013/2014, sekitar 41 persen dari rumah tangga pekerja migran berhasil menyisihkan remitansinya untuk biaya pendidikan anak, 15 persen untuk investasi modal usaha, dan 22 persen tabungan.

”Pemerintah sekarang mengembangkan Desa Migran Produktif (Desmigratif). Program ini seharusnya menyesuaikan potensi desa penyuplai pekerja migran. Tujuannya adalah mempermudah sosialisasi dan pembinaan usaha berdasarkan potensi sumber daya alam di desa itu,” kata Savitri.

Secara terpisah, Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Servulus Bobo Riti mengatakan, nilai remitansi pekerja migran Indonesia cenderung turun tiga tahun terakhir. Nilai remitansi pada 2015 tercatat 9,42 miliar dollar AS. Nilai ini turun menjadi 8,85 miliar dollar AS pada 2016. Pada Januari-September 2017 tercatat 6,5 miliar dollar AS atau setara Rp 88,620 triliun. BNP2TKI memperkirakan, sampai akhir 2017 nilai remitansi mencapai sekitar 8,5 miliar dollar AS atau setara Rp 113,8 triliun. (MED)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Anggota Jaringan


SBMI, KSPI, KSBSI, Aspek Indonesia, FSPSI Reformasi, ASETUC, IMWU Belanda, Kotkiho, BMI SA, Serantau Malaysia, UNIMIG, HRWG, JALA PRR, LBH Jakarta, LBH Apik Jakarta, ADBMI Lombok, LBH FAS, Migrant Institute, PBHI Jakarta, Solidaritas Perempuan, INFEST Yogyakarta, TURC, Seruni Banyumas, JBM Jateng, PBH-BM, Migrant Aids, Institute Ecosoc

Contact Information


Telp / Fax : 021-8304153

jaringan@buruhmigran.or.id
jari.pptkiln@gmail.com

Alamat Sekretariat


d/a The Institute for Ecosoc Rights.
Jl. Tebet Timur Dalam VI C No. 17 Jakarta Selatan