Laman

Translate

RILIS PERS BERSAMA : Indonesia Memperkuat Implementasi Perekrutan yang Adil dan Pengawasan Terpadu yang Responsif Gender di Tingkat Nasional dan Daerah

 

RILIS PERS BERSAMA
Indonesia Memperkuat Implementasi Perekrutan yang Adil dan Pengawasan Terpadu yang Responsif Gender di Tingkat Nasional dan Daerah

Serangkaian kegiatan peningkatan kapasitas mengenai perekrutan yang adil dan pengawasan yang responsif gender untuk peningkatan pelindungan dan kesejahteraan pekerja migran Indonesia diluncurkan oleh Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, memperkuat komitmen Indonesia untuk melindungi hak-hak pekerja migran Indonesia, khususnya Perempuan yang bekerja pada sektor rumah tangga, manufaktur, dan keperawatan.

JAKARTA (Siaran Pers Bersama) – Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI) bekerja sama dengan Uni Eropa (UE), Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), Jaringan Buruh Migran (JBM), dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) bersama-sama menyelenggarakan Lokakarya Multipihak untuk Implementasi Perekrutan yang Adil dan Pengawasan Terpadu yang responsif Gender. Lokakarya ini merupakan peluncuran serangkaian kegiatan peningkatan kapasitas dan tata kelola migrasi kerja di empat provinsi, yaitu Jawa Timur, Lampung, Sumatera Utara, dan Nusa Tenggara Timur.

Keempat provinsi ini akan menjadi daerah percontohan untuk pengembangan praktik baik dalam memberikan pelindungan hak pekerja migran Indonesia di setiap tahapan migrasi melalui tata kelola migrasi tenaga kerja yang lebih responsif gender, penerapan prinsip perekrutan yang adil, sistem pengawasan dan pelindungan terpadu diantara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten.

Diselenggarakan di Museum Sumpah Pemuda yang bersejarah di Jakarta, pada 17 Maret, pembukaan lokakarya sekaligus dimulainya rangkaian program pelatihan di tingkat daerah dilakukan oleh Abdul Kadir Karding, Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia. Lokakarya ini bertujuan untuk memperkuat kerja sama multipihak untuk mengurangi risiko perdagangan manusia, kerja paksa, dan kekerasan terhadap perempuan pekerja migran di seluruh tahapan migrasi, khususnya pada tahap perekrutan dan penempatan. Pada lokakarya ini juga dipaparkan hasil kajian praktis terkait kesenjangan antara kebijakan dan praktik tentang perekrutan yang adil dan pengawasan yang responsif gender untuk penempatan dan pelindungan Pekerja Migran Indonesia, termasuk penerapan prinsip-prinsip keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dan inklusi sosial. Sebagai ketua tim program kerjasama ini, Savitri Wisnuwardhani (Sekretaris Nasional Jaringan Buruh Migran) menyatakan bahwa kerja jangka panjang yang dilakukan oleh Jaringan Buruh Migran (JBM) akan memastikan peraturan pemerintah tentang perekrutan yang adil dan pengawasan yang responsif gender dikembangkan berbasis bukti , data, dan proses yang inklusif dengan partisipasi pekerja migran yang lebih bermakna.

Abdul Kadir Karding, Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, sangat menyambut baik upaya bersama yang bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme dan tata kelola perusahaan penempatan pekerja migran (P3MI) yang baik (good corporate governance) melalui penerapan prinsip dan instrumen uji tuntas perekrutan yang adil dan responsif gender. “Indonesia berkomitmen untuk meningkatkan penerapan perekrutan yang adil dan responsif gender serta tata kelola migrasi tenaga kerja untuk lebih melindungi hak dan kesejahteraan pekerja migran Indonesia, khususnya perempuan. Keempat provinsi percontohan ini akan memperkuat upaya penyelenggaraan layanan yang berkualitas dan terkoordinasi yang berbasis hak asasi manusia dan sesuai dengan standar ketenagakerjaan internasional di Indonesia dan negara-negara tujuan.”

Denis Chaibi, Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia dan Brunei Darussalam mengatakan, "Secara global, orang-orang meninggalkan rumah untuk mencari peluang yang lebih baik, namun perempuan pekerja migran dan anak-anak menghadapi risiko yang lebih besar selama transit dan di tempat tujuan mereka. Hari ini menandai langkah maju yang penting dalam komitmen bersama kita untuk melindungi hak-hak perempuan Indonesia dalam bidang migrasi tenaga kerja dengan mempromosikan kebijakan migrasi yang berkelanjutan. Bersama dengan Indonesia dan negara-negara mitra lainnya di kawasan ini, kami berusaha untuk menumbuhkan peluang yang berkelanjutan untuk pekerjaan yang bermartabat sambil mengurangi kerentanan yang dihadapi oleh perempuan dan anak-anak.”

Simrin C. Singh, Direktur ILO untuk Indonesia dan Timor-Leste, menekankan dukungan ILO yang diberikan melalui program PROTECT, yang mempromosikan pekerjaan layak dan mengurangi kerentanan mereka yang berisiko dengan memastikan pemenuhan hak-hak ketenagakerjaan, pencegahan dan penanganan terhadap perdagangan manusia, penyelundupan migran, maupun kekerasan terhadap perempuan pekerja migran. “ILO mengapresiasi komitmen pemerintah Indonesia untuk tata kelola migrasi kerja yang responsif gender, lebih inklusif, dan sejalan dengan standar ketenagakerjaan internasional jika kita ingin memberikan pelindungan dan akses ke pekerjaan layak yang layak bagi para pekerja migran, hal-hal tersebut menjadi sebuah elemen penting dari keadilan sosial yang telah menjadi fokus Indonesia.”

Shinta Widjaja Kamdani, Ketua APINDO, menegaskan bahwa penerapan Kode Etik bagi Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) merupakan tanggung jawab moral dan sosial yang mendasar, bukan sekadar kepatuhan terhadap peraturan. Dengan memastikan praktik perekrutan yang adil dan mengadopsi pengawasan yang responsif gender, perusahaan dapat meningkatkan kredibilitas dan keberlanjutan jangka panjang perusahaan baik di skala nasional maupun global, serta memastikan perlindungan hak-hak pekerja migran Indonesia. “Melalui pembentukan komite baru tentang Pekerja Migran di APINDO, kami menunjukkan komitmen kami untuk meningkatkan kepatuhan standar ketenagakerjaan oleh P3MI melalui penerapan responsif gender, perekrutan yang adil, dan Perilaku Bisnis yang Bertanggung Jawab,” imbuh Shinta.

Savitri Wisnuwardhani, SekNas Jaringan Buruh Migran (JBM), menekankan bahwa 61% dari pekerja migran Indonesia adalah perempuan. Sebagian besar dari perempuan pekerja migran menjadi tulang punggung ekonomi keluarga dan bekerja pada sektor-sektor domestik dan kerja-kerja perawatan yang belum ada/minim pelindungan. Selama ini juga praktik perekrutan/penempatan kerja juga masih kuat dilatarbelakangi oleh ketidakadilan, di antaranya didominasi oleh praktik pemungutan biaya perekrutan secara berlebih terhadap calon pekerja dan praktik-praktik lainnya.

Dalam kegiatan self assessment yang dilakukan oleh Jaringan Buruh Migran kepada 79 P3MI yang hadir dalam kegiatan training maupun lokakarya memperlihatkan kemauan dan kesadaran yang tinggi serta sepakat secara kolektif untuk memiliki kode etik dalam langkah melakukan bisnis yang lebih bertanggungjawab dengan mempertimbangkan responsive gender dan hak asasi manusia. Penerapan perekrutan -  penempatan yang adil, sebagai standard dan pedoman internasional, bisa membantu para pekerja, majikan, perusahaan penempatan dan pemerintah mendapatkan manfaat positif, karena semua pihak terlindungi dan untuk mewujudkan keadilan dalam migrasi kerja.

Perempuan Pekerja Migran Indonesia memberikan kontribusi positif yang luas terhadap pertumbuhan ekonomi, pembangunan manusia, dan perlindungan sosial  baik di Indonesia maupun negara tujuan. 67% dari total pekerja migran Indonesia adalah perempuan dan mayoritas bekerja sebagai pekerja rumah tangga, suatu pekerjaan yang tidak tercakup oleh undang-undang ketenagakerjaan di banyak negara tujuan. Migrasi tenaga kerja perlu menjadi pilihan yang terinformasi; namun, banyak perempuan pekerja migran Indonesia mendapatkan informasi bekerja keluar negeri dari perantara (calo). Lebih lanjut, sebagian besar perempuan pekerja migran tidak memiliki pemahaman penuh tentang hak-hak ketenagakerjaan, proses perekrutan, persyaratan  dan prosedur migrasi untuk bekerja yang aman di Indonesia dan di negara tujuan. Prinsip umum dan pedoman operasional ILO untuk perekrutan yang adil dan definisi biaya perekrutan dan biaya terkait (2019) akan memandu para pemangku kepentingan dalam mengenali kebutuhan pekerja migran, dan mengembangkan pelindungan ketenagakerjaan yang efektif yang konsisten dengan standar ketenagakerjaan internasional.

Dokumentasi Kegiatan 






PERNYATAAN SIKAP JARINGAN ADVOKASI KAWAL RUU PPMI TERHADAP PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PELINDUNGAN PEKERJA MIGRAN INDONESIA

 

PERNYATAAN SIKAP JARINGAN ADVOKASI KAWAL RUU PPMI TERHADAP PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PELINDUNGAN PEKERJA MIGRAN INDONESIA


Kantor Komnas Perempuan RI 

Jumat 14 Maret 2025







 

1.    Jaringan Advokasi Kawal RUU PPMI memandang bahwa proses pembahasan Revisi Undang-Undang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia dilakukan secara tidak demokratis, tidak transparan dan tidak inklusif, serta tidak melibatkan masyarakat, terutama pekerja migran dan komunitas pekerja migran, serikat pekerja, organisasi masyarakat sipil secara bermakna. Padahal, keterlibatan masyarakat secara bermakna dalam proses legislasi UU seharusnya ada di setiap tahapan pembentukan UU, sejak tahap perencanaan, penyusunan, dan pembahasan berdasarkan Pasal 96 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Proses revisi ini mengingatkan kita pada proses penyusunan UU Cipta Kerja, yang dinyatakan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai Inkonstitusional Bersyarat pada tahun 2020 atas dasar cacat formil pada Putusan Perkara No. 91/PUU-XVIII/2020. Hakim MK, dalam pertimbangan Putusan a quo, menyatakan bahwa proses UU tidak memenuhi ketentuan berdasarkan UUD 1945 karena tidak memenuhi asas keterbukaan dan partisipasi yang bermakna dalam pembentukan peraturan perundang undangan. Lebih tepatnya, proses tersebut mengabaikan hak untuk didengarkan pendapatnya, hak untuk dipertimbangkan pendapatnya, hak untuk mendapatkan penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan. Pertimbangan hakim MK dalam perkara a quo:

Bahwa sementara itu berkenaan dengan asas keterbukaan, dalam persidangan terungkap fakta pembentuk undang-undang tidak memberikan ruang partisipasi kepada masyarakat secara maksimal. Sekalipun telah dilaksanakan berbagai pertemuan dengan berbagai kelompok masyarakat [vide Risalah Sidang tanggal 23 September 2021], pertemuan dimaksud belum membahas naskah akademik dan materi perubahan undang-undang a quo. Sehingga masyarakat yang terlibat dalam pertemuan tersebut tidak mengetahui secara pasti materi perubahan undang-undang apa saja yang akan digabungkan dalam UU 11/2020. Terlebih lagi naskah akademik dan rancangan UU cipta kerja tidak dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat. Padahal berdasarkan Pasal 96 ayat (4) UU 12/2011 akses terhadap undang-undang diharuskan untuk memudahkan masyarakat dalam memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis” [vide hlm. 412 Putusan a quo]

2.    Sejak RUU PPMI ditetapkan dalam Program Legislasi Nasional Prioritas 2025 (Prolegnas Prioritas), DPR RI tidak pernah melibatkan Jaringan Advokasi dalam memberikan masukan terhadap draf RUU PPMI. Pada tanggal 30 Januari 2025 SBMI, JBM, dan KSBSI, yang merupakan bagian dari Jaringan Advokasi, memang


diundang dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Badan Legislatif (Baleg) DPR RI, tetapi sebelum pertemuan RDPU tersebut, Jaringan Advokasi tidak pernah mendapatkan draf RUU PPMI dan Naskah Akademik. DPR RI juga tidak membuka informasi publik terhadap dua dokumen tersebut. Berdasarkan rapat yang disiarkan melalui laman Youtube Baleg DPR RI, Panitia Kerja RUU PPMI telah menyelesaikan RUU Perubahan yang akan dibawa pada Rapat Pandangan Mini Fraksi 18 Maret 2025. Jaringan Advokasi telah meminta draf terakhir RUU PPMI dari DPR RI, tetapi draf ini tidak pernah diberikan secara resmi kepada Jaringan Advokasi maupun tidak dipublikasikan melalui laman resmi DPR RI.

3.    Menyatakan bahwa Perubahan Ketiga atas UU PPMI seharusnya difokuskan kepada perubahan nomenklatur kementerian dalam mengakomodir adanya perubahan kelembagaan pelindungan PMI, dalam hal ini penambahan ‘Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia’ dan aspek kelembagaan pelindungan PMI lainnya, termasuk diantaranya mekanisme koordinasi antarinstansi pemerintah dan monitoring dan evaluasi terhadap penyelenggaraan tugas, fungsi, dan kewenangan Pemerintah Pusat, Daerah Provinsi, Daerah Kabupaten/Kota, dan Desa.

Berdasarkan asesmen Jaringan Advokasi, norma pelindungan yang tercantum dalam UU PPMI telah mencerminkan standar internasional. Akan tetapi, Pemerintah Indonesia gagal melaksanakan tugas, fungsi, dan kewajiban dalam pelindungan PMI sebagaimana diamanatkan UU PPMI, terutama dikarenakan lemahnya koordinasi antar pemerintah di berbagai tingkatan dan monitoring dan evaluasi terhadap tugas Pemerintah dalam pelindungan PMI. Faktor lain adalah lambatnya penerbitan aturan-aturan turunan UU 18/2017, termasuk diantaranya Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia serta Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2022 tentang Penempatan dan Pelindungan Awak Kapal Niaga dan Awak Kapal Perikanan Migran. Selain itu, belum ada Peraturan Presiden tentang Atase Ketenagakerjaan yang jelas-jelas diamanatkan oleh UU PPMI. Di tingkat provinsi, hanya 4 (empat) provinsi yang baru mengeluarkan peraturan daerah dan/atau gubernur tentang pelindungan PMI pasca pengundangan UU PPMI. Selain itu, masih sedikit jumlah pemerintah kabupaten/kota dan desa yang menetapkan aturan tentang pelindungan PMI.

4.    Jaringan Advokasi menilai bahwa beberapa norma pelindungan yang telah dijamin dalam UU 18/2017 hingga kini belum terimplementasikan secara efektif, khususnya terkait akses terhadap keadilan, restitusi dan kompensasi bagi korban, dan jaminan sosial. Sebagaimana telah disampaikan sebelumnya, hal ini juga disebabkan oleh ketidakjelasan mekanisme pengawasan serta monitoring dan evaluasi terhadap implementasi UU PPMI. Hal ini mengakibatkan adanya kesenjangan antara norma yang diatur dengan realitas di lapangan. Terlebih lagi, minimnya keterlibatan masyarakat sipil dalam proses pemantauan implementasi menjadi faktor yang turut menyebabkan tidak efektifnya regulasi ini. Hingga saat ini pengaturan keterlibatan masyarakat dalam pengawasan pelaksanaan penempatan PMI hanya sebatas tokenisme. Ironisnya, beberapa inisiatif masyarakat sipil dan serikat pekerja untuk mendampingi PMI yang menjadi korban eksploitasi justru berujung pada intimidasi dan kriminalisasi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.


5.    Dalam rapat-rapat Panitia Kerja (Panja) Baleg DPR RI RUU PPMI, disampaikan berbagai pendapat yang sama sekali tidak mencerminkan filosofis dan semangat pelindungan HAM yang telah diperjuangkan hampir 2 (dua) dekade dan pada akhirnya dijamin dalam UU PPMI dan pengesahan International Convention on the Protection of Rights of All Migrant Workers and Members of their Families pada tahun 2012, antara lain:

a.    Pengampunan bagi P3MI yang menempatkan tidak sesuai dengan mekanisme UU PPMI dan terdapat pembicaraan penghapusan sanksi pidana karena ada mekanisme pengampunan;

b.    Pelindungan PMI hanya untuk PMI yang terdaftar dan masih menggunakan terminologi PMI illegal bagi PMI yang berangkat secara tidak prosedural; dan

c.    Masuknya skema pemagangan PMI dalam salah satu draf RUU.

d.    P3MI melakukan perekrutan PMI.

e.    Mengabaikan pelindungan PMI Perseorangan dengan mengatur ketentuan segala risiko ketenagakerjaan menjadi tanggung jawab sendiri.

 

6.    Bahwa dalam salah satu draf RUU yang diterima oleh Jaringan Advokasi, Menteri PPMI berwenang untuk memberikan pelindungan, tetapi di waktu yang sama juga diberikan tugas untuk melakukan penempatan melalui Badan Layanan Umum yang dibentuk oleh Menteri PPMI. Pertanyaannya, bagaimana langkah Pemerintah RI dan DPR untuk memastikan adanya pelaksanaan asas-asas umum pemerintahan yang baik dalam pelaksanaan skema G-to-G, jika instansi yang bertugas untuk mengawasi penempatan PMI, juga melakukan penempatan. Pembahasan (BLU) dalam rapat Panja Baleg DPR RI juga tidak membahas transparansi dan akuntabilitas BLU pada proses penempatan dan pelindungan, terutama potensi konflik kepentingan penanggungjawab dan pengawas BLU.

7.    Paradigma negara yang mengingkari “pekerja rumah tangga/PRT” sebagai pekerjaan sama terhormatnya dengan status “pekerja migran formal” terlihat dari aturan turunan UU PPMI yang tidak berpihak kepada PRT migran. Pemberian nama

- penghalusan istilah “PRT” dengan berbagai jabatan dan sebutan telah mengaburkan profesi ini. Kenyataan bahwa PMI PRT adalah kelompok perempuan, jumlah terbanyak dalam penempatan dan menjadi kelompok rentan dalam migrasi kerja, menunjukkan bahwa negara belum memiliki sensitivitas gender dalam mengelola migrasi kerja. Asas “kesetaraan gender” dalam UU 18/2017 perlu dipertahankan dan lebih lanjut dipastikan akan diterjemahkan dalam aturan-aturan turunan dan perencanaan anggaran supaya memenuhi kebutuhan dan menjawab persoalan yang berbeda dari tiap kelompok gender pekerja migran.

8.    Bahwa pada bulan November 2024, Mahkamah Konstitusi telah menegaskan bahwa awak kapal niaga migran (AKN Migran) dan awal kapal perikanan migran (AKP Migran) merupakan PMI dan seluruh proses penempatan mereka tunduk pada dalam rezim pelindungan PMI melalui Putusan Perkara No. 127/PUU-XXI/2023. Dalam salah satu draf RUU PPMI yang diterima Jaringan Advokasi, AKN Migran dan AKP Migran atau pekerja migran sektor sea-based disebutkan dalam Pasal 4 dan 64, sama persis dengan pengaturan dalam UU PPMI. Selama ini, pelindungan pekerja migran sektor sea-based terkendala oleh terlambatnya Pemerintah Indonesia menerbitkan PP 22/2022 selama 3 (tiga) tahun, serta persoalan perizinan


penempatan antara Kementerian Ketenagakerjaan dan Kementerian Perhubungan. Kedepannya, Pemerintah RI harus memastikan implementasi yang efektif dari ketentuan UU 18/2017 dan aturan-aturan turunannya terkait pelindungan pekerja migran sektor sea-based. Hal ini termasuk diantaranya pengawasan dan penegakan hukum terhadap perusahaan-perusahaan penempatan yang tidak mengikuti ketentuan UU 18/2017. Ketentuan terkait pengampunan kepada perusahaan yang melanggar ketentuan UU 18/2017 dalam salah satu draf RUU yang diterima oleh Jaringan Advokasi berbanding terbalik dari semangat atau intensi perubahan RUU untuk pemenuhan akses terhadap keadilan bagi PMI, termasuk sektor sea-based, yang hak-haknya dilanggar akibat proses bisnis perusahaan yang eksploitatif dan tidak sesuai ketentuan UU 18/2017.

9.    Bahwa secara umum, draf revisi RUU PPMI masih Jawa-sentris dan berorientasi pada pelindungan PMI Prosedural, sementara wajah migrasi di Indonesia sejak sebelum kemerdekaan sangat bervariasi, seperti NTT, NTB, Madura, dan Bawean, yang mayoritas bermigrasi secara non-prosedural. Pemerintah RI dan DPR RI perlu mendengar, menghormati, dan berdiskusi secara langsung dengan komunitas-komunitas yang telah memiliki kultur migrasi dalam proses-proses pembahasan revisi RUU PPMI. Terdapat berbagai praktik baik dalam budaya migrasi, seperti di pulau Bawean, dimana komunitas Bawean aktif melakukan pelindungan terhadap setiap pekerja migran mulai dari pemberangkatan di Bawean hingga negara tujuan di Malaysia dan Singapura. Hal ini menandakan bahwa pembahasan RUU PPMI harus dilakukan secara transparan, melibatkan berbagai komunitas pekerja migran secara bermakna, dan dilandasi dengan filosofi dan semangat pelindungan HAM bagi setiap pekerja migran, terlepas dari status migrasi mereka.

 

 

 

 

Jakarta, 14 Maret 2025

 

Jaringan Advokasi Kawal RUU PPMI

 

Pertukaran pikiran Asean Parlementarians for Human Right (APHR) dengan para member dari Indonesia dan Diskusi tentang pembangunan berkelanjutan, Hak asasi Manusia dan Demokrasi dengan CSO

 Ulasan

Pertukaran pikiran  Asean Parlementarians for Human Right (APHR) dengan para member dari Indonesia dan Diskusi tentang pembangunan berkelanjutan, Hak asasi Manusia dan Demokrasi dengan CSO

Pada Rabu 19 Februari 2025 pukul 10.00 WIB, Jaringan Buruh Migran menghadiri undangan untuk Indonesia National Group Pertama yang diselenggarakan oleh Parlemen ASEAN untuk Hak Asasi Manusia (APHR). APHR adalah jaringan regional yang terdiri dari anggota parlemen aktif dan mantan anggota parlemen untuk memperjuangkan hak asasi manusia dan demokrasi di Asia Tenggara. Didirikan pada Juni 2013 dengan tujuan untuk mempromosikan demokrasi dan hak asasi manusia di seluruh Asia Tenggara. Awalnya, APHR mengadvokasi isu-isu Myanmar, lalu meluas kepada isu-isu yang lebih besar, sebagai bentuk komitmen untuk mendengarkan aspirasi di masyarakat sipil terkait isi yang berhubungan demokrasi dan Hak Asasi Manusia. APHR telah berada di garis depan dalam mempromosikan demokrasi dan hak asasi manusia di kawasan ASEAN dengan mencakup kebebasan mendasar, perubahan iklim, bisnis dan hak asasi manusia, kebebasan beragama atau berkeyakinan, krisis Myanmar, pengungsi, dan lain-lain. Inti dari pekerjaan APHR adalah para anggotanya—anggota parlemen yang berbasis di Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, Timor-Leste, Kamboja, dan Myanmar. APHR berkomitmen untuk memberdayakan para anggota parlemen dengan membekali mereka dengan alat, dukungan, dan sumber daya yang dibutuhkan untuk memperkuat pemerintahan demokratis dan memajukan hak asasi manusia di seluruh wilayah.

Dalam Sambutannya,  Mercy Chriesty Barends sebagai Ketua APHR menyampaikan “reformasi kebijakan tetap harus memastikan daya hukum bagi masyarakat dan perlindungan bagi masyarakat”. Dengan kata lain fokusnya harus diarahkan kepada masyarakat. Selanjutnya, Dr Lestari Moerdijat, Wakil ketua MPR menegaskan Hak asasi manusia sebagai landasan dalam pembangunan berkelanjutan. oleh karenanya, Diharapkan dalam diskusi ini kita bersama-sama mencari ruang-ruang untuk memastikan setiap orang mendapatkan kepastian dalam hak-hak fundamentalnya dan membangun ruang solidaritas, serta saling mengingatkan bahwa kita semua mempunyai tanggung jawab moral terhadap hak asasi manusia dan demokrasi.


Pada sesi pertama, pemaparan Bonnie Triyana, anggota DPR RI  menyampaikan hak asasi manusia dan demokrasi di Indonesia terkait membangun kebijakan yang berkelanjutan, adanya berbagai macam  ketimpangan di beberapa daerah, sehingga dibutuhkan komitmen dan prioritas serta kolaborasi berbagai pihak. Ledia Hanifa Amalia, anggota DPR RI  juga melanjutkan bahwa peran perempuan di masyarakat sangat penting, pemahaman tentang kesetaraan perempuan dalam kedudukan dan peran sebagai warga negara Indonesia, serta pentingnya partisipasi perempuan di kedudukan parlemen. Agar mencapai hal tersebut  dibutuhkan konsistensi dan kolaborasi baik yang di dalam parlemen maupun di luar parlemen. Adian Napitupulu, anggota DPR RI menjelaskan tentang kepemimpinan dan akuntabilitas dalam mencegah korupsi yang berkaca pada kebijakan yang baru yaitu kita bisa mengurangi korupsi dengan mendidik rakyat dalam hak menyuarakan pendapatnya. Ratna Juwita Sari, anggota DPR RI menjelaskan pembangunan berkelanjutan dari segi strategi bisnis untuk energi dan ketahanan pangan dilihat dari Asta Cita  pemerintah sekarang yang memiliki 3 poin penting antara lain kedaulatan pangan, kedaulatan energi dan memperkuat SDM. Dia berharap, kita memberi dukungan kepada pemerintah ”sepanjang yang dikerjakan untuk rakyat namun namun kita juga harus menagih komitmen pemerintah bila melenceng dari jalan untuk rakyat”. 


Irma Suryani Chaniago DPR RI membahas tantangan dan peluang parlemen Indonesia, yaitu rekrutmen dewan parlemen yang harus bertanggung jawab dahulu kepada rakyat , dan baru kepada partai politik. Oleh karena itu diperlukan strategi memperkuat tata kelola dalam hal meningkatkan kapasitas aparatur, membentuk sistem pengawasan dan mengintegrasikan prinsip-prinsip berkelanjutan, agar mencegah pemerintahan yang bersifat absolut. Sebagai contoh, demo mahasiswa harus tetap disupport namun harus dibekali dengan pengetahuan yang benar. Selanjutnya diskusi dilanjutkan dengan tanya jawab dengan beberapa anggota parlemen yang merupakan anggota APHR. Beberapa pertanyaan yang dilontarkan oleh peserta diskusi diantaranya Keterbukaan ruang kepada pekerja migran Indonesia,  keterlibatkan APHR dalam mengawal peraturan baru Pekerja Migran Indonesia, contohnya Indikator keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dalam posisi DPR dan masyarakat, Komitmen APHR dalam mendengarkan suara kaum perempuan disabilitas, Program makanan bergizi gratis dan sistem pilkada yang tidak sehat.




Sesi kedua, Yuyun Wahyuningrum selaku Senior Advisor to The ASEAN Parliamentarians for Human Rights membuka ruang seluruh organisasi masyarakat sipil (OMS) untuk menyampaikan pandangan dan pendapat tentang 100 pemerintahan Prabowo-Gibran dan program yang sudah/usulan kedepannya. 


Savitri Wisnu, SekNas JBM juga menyampaikan pandangan menyikapi efisiensi anggaran yang berdampak pada program-program kerakyatan serta kebutuhan akan akuntabilitas efisiensi anggaran yang masih belum jelas dipergunakan untuk apa. Apakah untuk makan bergizi gratis (MBG) atau untuk program Danantara. Jumlah kasus tidak mengalami penurunan dan justru meningkat untuk beberapa kasus seperti online scam dan pemagangan Selain itu menyikapi isu pekerja migran Indonesia, hingga saat ini, implementasi UU PPMI belum berjalan terutama tata kelola migrasi pekerja migran baik dari pusat dan daerah, sayangnya UU PPMI ditahun ini direvisi dengan waktu revisi yang cukup pendek dan kurang melibatkan partisipasi dari pekerja migran itu sendiri.  Organisasi Masyarakat Sipil kawatir bahwa revisi isi dari revisi ini akan kembali pada UU No. 39 Tahun 2004 … yang mana UU tersebut memberikan ruang yang besar kepada bisnis penempatan Pekerja Migran Indonesia. Savitri mengusulkan agar anggota APHR juga mengawal revisi UU PPMI dan membuka ruang pekerja migran untuk dilibatkan dalam pembahasan revisi UU PPMI serta mendorong melalui member APHR di negara tujuan untuk mendesak pemerintahnya membuka ruang berorganisasi bagi para pekerja migran Indonesia khususnya pekerja migran di sektor rentan. 






Di akhir diskusi, para pembicara dan peserta mengangkat kembali adanya roadmap perlindungan dalam hal kebijkan dan program untuk melindungi kelompok rentan. dibutuhkan pertemuan atau diskusi tematik kembali sesuai dengan isu permasalahan dengan teman-teman Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) atau korban. Pertemuan workshop ditutup pada pukul 16.00 yang sebelumnya diakhiri foto bersama.




“Harus adanya respon cepat dan daya adaptasi dalam merespon, menggunakan mekanisme publik. selanjutnya dibutuhkan reaksi dengan membangun rasa kritis di dalam parlemen. Jangan lupa resiko yang sudah terjadi, pengangguran SDM dengan pengalaman dan keterampilan yang mumpuni dan PHK massal, maka perlunya kerja secara kolaboratif dalam mengurangi resiko yang ada”


***



                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                              




Anggota Jaringan


SBMI, KSPI, KSBSI, Aspek Indonesia, FSPSI Reformasi, ASETUC, IMWU Belanda, Kotkiho, BMI SA, Serantau Malaysia, UNIMIG, HRWG, JALA PRR, LBH Jakarta, LBH Apik Jakarta, ADBMI Lombok, LBH FAS, Migrant Institute, PBHI Jakarta, Solidaritas Perempuan, INFEST Yogyakarta, TURC, Seruni Banyumas, JBM Jateng, PBH-BM, Migrant Aids, Institute Ecosoc

Contact Information


Telp / Fax : 021-8304153

jaringan@buruhmigran.or.id
jari.pptkiln@gmail.com

Alamat Sekretariat


d/a The Institute for Ecosoc Rights.
Jl. Tebet Timur Dalam VI C No. 17 Jakarta Selatan