Laman

Translate

Ulasan Kegiatan Traning Peningkatan Kapasitas Bagi Penyedia Layanan Dalam Pengembangan Kebijakan dan Layanan yang Responsif Gender untuk Perlindungan Perempuan Pekerja Migran Indonesia pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru. 13-14 Oktober 2022

Traning Peningkatan Kapasitas Bagi Penyedia Layanan Dalam Pengembangan Kebijakan dan Layanan yang Responsif Gender untuk Perlindungan Perempuan Pekerja Migran Indonesia pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru.

13-14 Oktober 2022



Jakarta 13- 14 November 2022,  Jaringan Buruh Migran (JBM)  , ILO dan  Kementerian Tenaga Kerja, ILO melalui program Program Safe and Fair: Realizing Women Migrant Workers’ Rights and Opportunities in the ASEAN Region, merupakan bagian dari Global Spotlight Initiative Uni Eropa dan Perserikatan Bangsa -Bangsa (PBB) untuk menghapuskan kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan yang diimplementasikan oleh ILO dan UN Women, bekerja sama dengan UNODC,  menyelenggarakan  traning peningkatan kapasitas bagi penyedia layanan dalam pengembangan kebijakan dan layanan yang responsif Gender untuk perlindungan perempuan pekerja migran Indonesia pada masa adaptasi kebiasaan baru.
 

Training ini dilakukan agar pemahaman organisasi buruh migran Indonesia/pekerja migran Indonesia dan organisasi masyarakat sipil yang memiliki kepedulian kepada buruh migran/pekerja migran Indonesia meningkat pemahaman dan dapat memonitor kinerja penyedia layanan baik itu pemerintah maupun swasta pada saat mengembangkan kebijakan dan layanan yang responsif gender dan HAM, memahami Kepmen 294/2020 dan KepDirjen mengenai SOP Kepmen 294/2020 pada masa adaptasi kebiasaan baru dan yang terpenting, organisasi/serikat buruh migran/PMI dapat mengindentifikasi manfaat dari manstremaing responsif gender di organisasi masing-masing organisasinya dan mendapatkan pembelajaran/praktik baik dari implementasi Kepmen 294/2020 dan SOP di masa adaptasi kebiasaan baru.

Training ini merupakan training terakhir dari rangkaian training/peningkatan kapasitas kepada tripartit plus yang sebelumnya telah dilakukan di bulan Agustus 2022 kepada Pemerintah daerah dan pihak swasta (P3MI dan BLK-LN).

 

Kegiatan training ini diselenggarakan secara virtual  melalui aplikasi zoom selama dua hari dan dimulai dari pukul 09.00 hingga pukul 14.00.  Pada hari pertama, Pihak Kementerian Ketenagakerjaan yang diwakilkan oleh Bapak Abdul Karim selaku perwakilan dari Direktur Bina P2PMI, membuka kegiatan training. Dalam sambutannya, pak Karim menekankan pentingnya kolaborasi bersama antara pemerintah dan organisasi/serikat dan CSO untuk memberikan masukan, mengingatkan dan juga bersama-sama dalam berkontribusi untuk meningkatkan perlindungan PMI.  selanjutnya, Savitri Wisnu selaku SekNas JBM juga menyampaikan agar tetap menerapkan protokol kesehatan dalam proses migrasi mulai dari selama hingga kepulangan PMI dengan memperhatikan kerentanan yang dialami PMI. Selain itu Savitri juga mengingatkan bahwa di beberapa negara tujuan bekerja PMI masih menerapkan protokol kesehatan dengan mekanisme yang berbeda-beda. Oleh karenanya dengan mengimplementasikan SOP dan menjalankan Kepmen 294/2020, standar-standar perlindungan PMI dapat dimplementasikan untuk perlindungan PMI khususnya di masa adaptasi kebiasaan baru. Standar-standar ini bila digunakan dapat membantu memitigasi resiko permasalahan PMI bila diselenggarakan dengan menggunakan prinsip HAM, responsif gender, berpusat pada korban dan K3.

 

Materi training dibagi menjadi dua. Di hari pertama, materi pelatihan yang diberikan meliputi  sharing CSO dalam melihat implementasi Kepmen 294/2020 dan SOP, pengantar pelatihan dan pengantar panduan teknis responsif gender (Pemerintah pusat dan atnaker, P3MI dan CSO). Adapun kegiatan ini menghadirkan beberapa narasumber dari pemerintah yang diwakilkan oleh bapak Budhi,  Koordinator Penempatan Pekerja Migran, Bina P2MI Kemnaker RI dan pak Firman, Koordinator Pelindungan Kawasan Asia Timur II dan Asia Selatan, Dit Pelindungan dan Pemberdayaan Kawasan Asia dan  Afrika. Selain pemerintah, perwakilan ILO untuk program Safe dan Fair , Sinthia Harkrisnowo menyampaikan pengantar program termasuk menjelaskan keseluruhan program ILO dan kegiatan training yang akan dilakukan selama 2 hari kedepan. Pada hari pertama, kegiatan difasilitasi oleh tim peneliti JBM yang yakni Savitri Wisnu dan Iswanti.

 

Di hari kedua, kegiatan dipandu oleh tim peneliti JBM yakni Iswanti dan Prasetyohadi dan materi yang diberikan diantaranya mengenai praktik pengawasan terhadap kinerja penyedia layanan dalam menerapkan prinsip responsif gender dalam migrasi kerja, peran masyarakat sipil dalam forum tripartit untuk memajukan penerapan prinsip responsif gender dan pendekatan  berperspektif hak asasi manusia (HAM). Metode pelatihan ini bersifat andragogi dengan memposisikan peserta pelatihan sebagai orang dewasa dan memperbanyak diskusi-diskusi serta menampung sharing pengalaman advokasi pekerja migran Indonesia di masa pandemi covid 19 seperti misalnya ungkapan dari peserta diskusi pelatihan berikut ini :

Saya mantan PMI di Hongkong, pimpinan pusat koordinator advokasi di Kabar Bumi. Dalam praktek implementasi 294 nggak ada bedanya. Belum lama, belum sampai 1 tahun, ada teman saya ke LN, masih sulit melakukan prosesnya. Mengeluarkan biaya yang tidak sedikit, petugas ada yang memaksa kontrasepsi meski dia menolak, hanya dia yang berani menolak. P3MI mengatakan boleh tidak mau suntik KB tapi harus membayar dua juta, tapi dia dikasih sertifikat seolah-olah dia disuntik KB. Ketika saya sampaikan ke pemerintah, mereka kaget soal pemaksaan kontrasepsi, jadi dalam implementasi kurang, dalam  penempatan dan perlindungan di LN. Di sini banyak teman-teman keluarga migran NTB mungkin mau menambahkan” (Wiwin, Mantan PMI di Hongkong)

 

Pelatihan selama dua hari dan berakhir pada pukul 14.30 dengan dipandu oleh Ega Melindo sebagai MC, direspon secara antusias oleh peserta. Terlihat dari jumlah peserta yang mengikuti pelatihan cukup tinggi melebihi target yang ditentukan. Sebanyak 62 orang yang hadir pada hari pertama dan kurang lebih 45 peserta yang hadir di hari kedua. Keterwakilan peserta yang hadir dari berbagai wilayah juga cukup lengkap mulai dari tingkat kabupaten, tingkat pusat (Jakarta) hingga dari luar negeri (Malaysia, Singapuran, Taiwan, Hongkong) dan respon peserta pelatihan yang mengisi post test juga sangat banyak serta kesan terhadap kegiatan pelatihan sangat positif seperti menambah pemahaman mengenai pentingnya  tidak hanya perspektif HAM tetapi juga perspektif responsif gender juga sangat diperlukan dalam perlindungan PMI. (Ega Melindo)

 

 

 

 

 




ULASAN VIRTUAL KICK OFF

 

ULASAN VIRTUAL KICK OFF 

23 FEBRUARI 2022

Program Safe and Fair: Realizing Women Migrant Workers’ Rights and Opportunities in the ASEAN Region, merupakan bagian dari Spotlight Global Initiative Uni Eropa dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menghapuskan kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan yang diimplementasikan oleh International Labour Organisation (ILO) dan UN Women, bekerja sama dengan UNODC. Program ini bertujuan untuk memastikan migrasi tenaga kerja yang aman dan adil bagi semua perempuan di kawasan ASEAN.

Rabu, 23 Februari 2022, Jaringan Buruh Migran (JBM) bekerja sama dengan ILO dan Kementerian Ketenagakerjaan RI (Kemnaker RI) menyelenggarakan Virtual Kick Off Rangkaian Penguatan Kapasitas bagi Penyedia Layanan dalam Penyelenggaraan Layanan dan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia  yang Responsif Gender pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru.” Acara yang berlangsung pada pukul 09.30-14.00 WIB tersebut dihadiri oleh 283 partisipan yang berasal dari Tripartit Plus, di antaranya adalah (i) Eva Trisiana, Sesditjen Binapenta & PKK Kemnaker RI yang mewakili Drs. Suhartono, M.M., Dirjen Binapenta & PKK Kemnaker RI; (ii) Rendra Setiawan, Direktur Bina Penempatan dan Pelindungan PMI (P2PMI) Kemnaker RI beserta jajaran; (iii) Yusuf Setiawan, Koordinator Pembinaan Penempatan Kemnaker RI beserta jajaran; (iv) Michiko Miyamoto, Direktur ILO Indonesia – Timor Leste; (v) Sinthia Harkrisnowo, National Project Coordinator ILO; (vi) Savitri Wisnuwardhani, SekNas JBM; (vii) Iswanti Suparma, Tim Peneliti JBM; (viii) Prasetyohadi, Tim Peneliti JBM; (ix) Perwakilan Kantor Staf Presiden, Kementerian, dan BP2MI; (x) Koordinator LTSA; (xi) Ketua Asosiasi P3MI; (xii) Ketua Asosiasi dan Penanggung Jawab BLK-LN; (xiii) Dinas Tenaga Kerja Provinsi/Kabupaten/Kota; (xiv) serikat pekerja migran dan organisasi masyarakat sipil di dalam dan luar negeri; (xv) organisasi internasional; hingga (xvi) vlogger PMI.

Acara ini memiliki tujuan sebagai berikut:

1.       Mendiseminasikan pemahaman mengenai Panduan Teknis Penyelenggaraan Layanan dan Pelindungan PMI yang Responsif Gender (Implementasi UU No. 18 Tahun 2017).

2.       Meningkatkan pemahaman terkait stiuasi Pekerja Migran Indonesia dan  kebutuhan atas operasionalisasi Panduan Teknis Penyelenggaraan Layanan dan Pelindungan PMI yang Responsif Gender (Implementasi UU No. 18 Tahun 2017).

3.       Meningkatan pemahaman terkait tantangan dan pembelajaran dari implementasi SOP BLK-LN/LPK-LN dan P3MI untuk Penyelenggaraan Layanan dan Pelindungan PMI pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru.

4.       Mendapatkan rekomendasi untuk memperkuat kualitas dan implementasi Panduan Teknis Penyelenggaraan Layanan dan Pelindungan PMI yang Responsif Gender (Implementasi UU No. 18 Tahun 2017) dan SOP BLK-LN/LPK-LN dan P3MI untuk Penyelenggaraan Layanan dan Pelindungan PMI pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru.

Untuk membuka acara, kata sambutan disampaikan oleh Savitri Wisnuwardhani, Michiko Miyamoto, dan Eva Trisiana. Eva Trisiana yang mewakili Dirjen Binapenta & PKK memberikan kata sambutan kunci sekaligus secara resmi membuka acara virtual kick off. Beliau menekankan bahwa Pemerintah memiliki komitmen yang kuat dalam melindungi PMI dan anggota keluarganya dalam setiap tahapan migrasi. Salah satu yang dilakukan oleh Pemerintah adalah dengan mengubah paradigma bahwa PMI bukan lagi objek, melainkan sebagai subjek melalui UU No. 18 Tahun 2017. Sedangkan dalam merespons dampak pandemi Covid-19, Kemnaker RI telah mengeluarkan kebijakan Kepmenaker No. 294 Tahun 2020. Beliau menyampaikan bahwa panduan gender dan SOP BLK-LN/LPK-LN dan P3MI merupakan bentuk langkah konkrit yang dilakukan oleh Kemnaker RI, bekerja sama dengan ILO dan JBM.

Setelah Eva Trisiana secara resmi membuka acara tersebut, kegiatan dilanjutkan dengan Sesi I, yakni pemaparan Panduan Teknis Penyelenggaraan Layanan dan Pelindungan PMI yang Responsif Gender (Implementasi UU No. 18 Tahun 2017) oleh Savitri Wisnuwardhani dan Iswanti Suparma selaku perwakilan Tim Peneliti JBM. Melalui pemaparan tersebut, Savitri menekankan pentingnya implementasi UU No. 18 Tahun 2017 yang responsif gender. Responsif gender tersebut dimaknai bukan memberikan keistimewaan kepada perempuan PMI dan mendiskriminasi laki-laki PMI, melainkan menerapkan prinsip keadilan dan kesetaraan gender dengan merespons perbedaan kebutuhan dan kerentanan antara perempuan dan laki-laki PMI.  

Panduan gender terdiri dari empat panduan, yakni panduan pra-keberangkatan untuk Pemerintah, panduan selama bekerja untuk atase ketenagakerjaan, panduan untuk P3MI, dan panduan untuk serikat pekerja migran dan organisasi masyarakat sipil. Savitri dan Iswanti memberikan pengantar terhadap keempat panduan yang ada, mulai dari pedoman-pedoman pra-keberangkatan yang responsif gender, catatan penting fungsi atase ketenagakerjaan, peran P3MI yang responsif gender dalam mencari peluang kerja hingga menempatkan perempuan PMI, dan fungsi serikat pekerja migran.

Savitri menutup pemaparan dengan menyampaikan rangkaian kegiatan kemtiraan antara ILO, Kemnaker RI, dan JBM dalam Program Safe and Fair. Selain panduan gender, telah/akan ada rangkaian kegiatan seperti sosialisasi dan kampanye pelindungan PMI, peningkatan kapasitas bagi Tripartit Plus melalui pelatihan, panduan monitoring tool, hingga desain virtual help desk.

Sesi kemudian dilanjutkan dengan Sesi II: Pelaksanaan Layanan dan Pelindungan PMI yang Responsif Gender pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru yang dimoderatori oleh Nunik Nurjanah, UN Women. Dalam sesi ini, Yusuf Setiawan memberikan pengantar mengenai SOP SOP BLK-LN/LPK-LN dan P3MI untuk Penyelenggaraan Layanan dan Pelindungan PMI pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru. SOP tersebut merupakan respons Pemerintah terhadap dampak krisis kesehatan pandemi Covid-19. Melalui Kepmenaker No. 294 Tahun 2020, dengan banyaknya permintaan penempatan PMI dari berbagai negara tujuan, SOP dibentuk untuk menyediakan standar tata cara protokol kesehatan dan penerapan K3, mencegah dan mengurangi penyebaran virus, dan mengembangkan mekanisme koordinasi dan pelaporan. Dengan adanya SOP tersebut, Yusuf Setiawan mengapresiasi bahwa Indonesia menjadi satu-satunya negara pengirim pekerja migran yang diperbolehkan oleh Taiwan untuk melaksanakan penempatan.

Melalui pembahasan yang lebih teknis, Sinthia Harkrisnowo menambahkan pemaparan yang telah disampaikan oleh Yusuf Setiawan. Sinthia menekankan bahwa SOP yang ada bersifat lebih luas daripada sekadar memitigasi penularan Covid-19, tetapi juga permasalahan pada masa normal yang lebih tinggi lagi terjadi pada masa pandemi Covid-19. SOP sudah merupakan regulasi (dalam bentuk Kepdirjen Binapenta & PKK), dengan cakupan yang lebih luas, yakni melingkupi risiko lain yang berpotensi terjadi dan meningkat pada masa pandemi, seperti perdagangan orang, kekerasan berbasis gender, hingga eksploitasi.

Selanjutnya, Sesi III: Diskusi Layanan dan Pelindungan PMI yang Responsif gender pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru yang dimoderatori oleh Iswanti Suparma menjadi sesi terakhir dari acara. Dalam kesempatan ini, sejumlah partisipan yang mewakili Asosiasi BLK-LN, Asosiasi P3MI, serikat pekerja migran, dan organisasi masyarakat sipil menyampaikan pandangan dan tanggapan mengenai tantangan pengimplementasian SOP P3MI dan BLK-LN maupun mengenai situasi PMI di dalam dan luar negeri.  

Lolynda Usman, Ketua Asosiasi Pengelola Pelatihan Tenaga Kerja Indonesia (AP2TKI) menyatakan bahwa seluruh BLK-LN anggota AP2TKI telah menjalankan SOP BLK-LN. Sedangkan terkait kendala yang dialami adalah mengenai ketidakpahaman Pemda terhadap kebijakan dari kementerian. Sementara itu, AP2TKI juga memiliki perhatian khusus terhadap staf BLK-LN yang pulang pergi, sehingga menjadi tantangan tersendiri bagi AP2TKI untuk memastikan bahwa transimisi Covid-19 dapat dicegah.  

Di sisi lain, terkait pembiayaan menjadi kendala yang diutarakan oleh Filius, Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (ASPATAKI). P3MI harus mengurangi margin keuntungannya untuk penganggaran biaya protokol kesehatan bagi PMI, misalnya untuk berbagai tes swab antigen yang perlu dilakukan di banyak tahap.

Dina Nuriyati, sebagai perwakilan dari Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) mengapresiasi panduan gender dan SOP BLK-LN dan P3MI yang telah dibentuk dan berharap dapat menjadi solusi dari berbagai permasalahan yang menimpa PMI selama masa adaptasi kebiasaan baru. Beliau menekankan bahwa sosialisasi harus digencarkan, pasalnya persoalan informasi adalah hal yang sangat krusial dalam migrasi ketenagakerjaan. Di Jawa Timur, terdapat BLK-LN yang membuka pelatihan namun sepi peminat karena tidak tersosialisasikan hingga ke desa-desa.

Terakhir, Nasrikah dari Persatuan Pekerja Rumah Tangga Indonesia Migran (PERTIMIG) menyampaikan terkait dengan situasi permasalahan khusus yang terjadi terhadap PMI di Malaysia antara lain: (i) pelecehan seksual; (ii) gaji tidak dibayar; (iii) kekerasan; (iv) Perwakilan RI tidak menyediakan pengacara bagi kasus ketenagakerjaan; (v) keterbatasan akses pengaduan kasus; hingga (vi) keterbatasan akses perawatan kesehatan.

Yusuf Setiawan, Koordinator Bina Penempatan PMI, Kemnaker RI menutup acara dengan mengapresiasi seluruh pihak tripartit plus yang telah berpartisipasi dalam acara maupun dalam pelindungan PMI. Beliau berharap ke depan pengiriman PMI dapat benar-benar bebas Covid-19 dan berpesan kepada ketua-ketua asosiasi BLK-LN dan P3MI untuk tetap berpedoman terhadap SOP serta memberikan pembinaan kepada para anggotanya agar kepercayaan yang diharapkan dari negara tujuan penempatan benar-benar dapat diperoleh, terutama mengingat kasus dalam lima hari ke belakang dengan adanya PMI yang terinfeksi Covid-19 dalam perjalanan menuju Hong Kong.

Sesuai namanya, acara virtual kick off ini merupakan awal dari rangkaian penguatan kapasitas bagi penyedia layanan dalam penyelenggaraan layanan dan pelindungan PMI yang responsif gender pada masa adaptasi kebiasaan Baru, sehingga kegiatan tidak akan berhenti pada acara virtual kick off. Demi pelindungan PMI yang responsif gender, melalui kemitraan ini, JBM, ILO, dan Kemnaker RI berharap bahwa rangkaian kegiatan penguatan kapasitas ke depannya dapat terimplementasi dengan baik.

  

 

[RILIS PERS] Virtual Launching Panduan dan Standar Operasional Prosedur untuk Penyelenggaraan Layanan dan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia yang Responsif Gender

 


Jakarta – Jaringan Buruh Migran (JBM) bekerja sama dengan Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia (Kemenaker RI) dan International Labour Organisation (ILO) secara resmi meluncurkan Panduan Teknis Penyelenggaraan Layanan dan Pelindungan PMI yang Responsif Gender (Implementasi UU No. 18 Tahun 2017) dan Standar Operasional Prosedur (SOP) Penyelenggaraan Layanan dan Pelindungan PMI untuk Penempatan pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru di Gedung Tri Dharma, Kemnaker RI, Jakarta, pada Rabu, 30 Maret 2022. Peluncuran tersebut secara simbolis diserahkan oleh  Dr. Hj. Ida Fauziyah, M.Si. selaku Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia (Menaker RI) kepada Kadisnaker Tulungagung, Ketua Departemen Buruh Migran KSBSI, Ketua Umum AP2TKI, Direktur Eksekutif HIMSATAKI, Direktur ASPATAKI, Direktur APJATI, dan Direktur Pepermindo.                                             

Sesuai amanat UU No. 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, pelindungan PMI memiliki asas pengakuan atas martabat dan hak asasi manusia (HAM) serta keadilan dan kesetaraan gender. Panduan gender yang diluncurkan merupakan salah upaya untuk percepatan pelaksanaan UU No. 18 Tahun 2017 yang responsif gender dalam memenuhi kebutuhan dan mengurangi kerentanan spesifik pekerja migran di setiap tahapan migrasi. Panduan ini dikembangkan sesuai dengan peran dan tanggung jawab masing-masing pemangku kepentingan, yakni Pemerintah, perusahaan swasta, serikat pekerja, dan organisasi masyarakat sipil.

Sedangkan dalam upaya peningkatan kualitas layanan penempatan dan pelindungan PMI pada masa adaptasi kebiasaan baru, Kemenaker RI mengembangkan panduan dan standar minimum terkait langkah-langkah mitigasi risiko oleh penyedia layanan yang terukur. Standar tersebut terintegrasi dengan Kepmenaker No. 294 Tahun 2020 dan ditindaklanjuti dengan Kepdirjen Binapenta dan PKK Nomor 3782 dan 3783/PK.02.01/IX/2021 tentang SOP untuk P3MI dan BLKLN/LPKLN terkait Penyelenggaraan Layanan dan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia untuk Penempatan pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru.

Dalam kesempatan ini, Dr. Hj. Ida Fauziyah, Menteri Ketenagakerjaan RI menyambut baik pelaksanaan kegiatan Peluncuran Panduan dan SOP untuk Penyelenggaraan Layanan dan Pelindungan PMI yang Responsif Gender. Pemerintah telah melakukan reformasi tata kelola migrasi ketenagakerjaan yang dilakukan secara menyeluruh, dengan adanya UU PPMI dengan memberikan mandat dimulai dari pemerintah tingkat terkecil, yakni desa hingga ke tingkat pusat. Pasal 2 UU PPMI memandatkan pelaksanaan pelindungan PMI harus berasaskan persamaan hak dan pengakuan atas martabat dan HAM, demokrasi, berkeadilan sosial, kesetaraan dan keadilan gender, nondiskriminasi, dan antiperdagangan manusia. Hal-hal tersebut merupakan komitmen bersama bagi seluruh pemangku kepentingan.

Acara ini sangat strategis sebagai upaya bersama meningkatkan pemahaman dan komitmen pemangku kepentingan untuk memastikan tata kelola migrasi ketenagakerjaan yang responsif gender dan respons Covid-19 yang berpusat pada manusia. Beliau berpesan agar kegiatan tidak berakhir hanya sampai pada acara launching saja, melainkan berikutnya semua pemangku kepentingan harus memastikan implementasi dan menekankan pentingnya pengawasan demi berjalannya implementasi panduan dan SOP secara baik.

Savitri Wisnuwardhani, Sekretaris Nasional Jaringan Buruh Migran (JBM) menegaskan bahwa panduan gender disusun melalui sebuah proses penelitian yang inklusif dan partisipatif dari berbagai pihak, terutama mendengarkan suara dan aspirasi perempuan PMI. Pihak yang terlibat mulai dari perwakilan dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, pemerintah desa, perwakilan atnaker, serikat buruh, organisasi yang peduli kepada PMI dan perwakilan dari P3MI serta tokoh masyarakat dan tokoh agama di wilayah penelitian. Dari seluruh rangkaian perencanan hingga penyusunan panduan teknis ini, mulai dari kegiatan diskusi kelompok terarah hingga finalisasi panduan telah melibatkan hampir sekitar 225 orang. Panduan ini memiliki kelebihan dengan menempatkan responsif gender sebagai kerangka kerja untuk memastikan layanan dan tata kelola migrasi ketenagakerjaan yang aman dan adil.

Beliau meneruskan bahwa agar implementasi UU PPMI dapat dijalankan secara paripurna, sangat penting memastikan kebijakan dan layanan pelindungan PMI yang menyeluruh, pada setiap tahapan migrasi, dimulai dari tingkat desa hingga pemerintah pusat dengan pelibatan para pemangku kepentingan khususnya PMI, supaya kebijakan dan layanan mampu menjawab kebutuhan mendasar karena didasari pada pengalaman, aspirasi, kebutuhan, dan permasalahan perempuan dan laki-laki PMI.

Michiko Miyamoto, Country Director ILO Indonesia – Timor Leste menyinggung bahwa PMI berkontribusi terhadap pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan, baik di negara asal maupun tujuan. 70% dari seluruh PMI adalah perempuan dan berbagai studi menunjukkan bahwa remitansi dari perempuan PMI dikeluarkan untuk kebutuhan pendidikan, kesehatan, sosial, dan keluarga. Meskipun begitu, perempuan PMI merupakan salah satu kelompok paling rentan terhadap kekerasan, perdagangan orang, pelecehan seksual, dan pelanggaran ketenagakerjaan. Terlebih, akses layanan bagi perempuan PMI penyintas kekerasan seringkali tidak dapat memenuhi kebutuhan – tidak terjangkau dan tidak terkoordinasi antara instansi satu dengan lainnya.

Presiden Jokowi dalam sesi pembukaan ILO Global Forum for a Human-centred Recovery dengan topik Memajukan Pemulihan yang Berpusat pada Manusia melalui Penguatan Kerja Sama Multilateral dan Tripartit. Kemitraan multi pemangku kepentingan antara Kemnaker RI, ILO, dan JBM sejalan dengan seruan global ILO untuk bertindak, antara lain: (1) memercayakan kepada negara-negara untuk berupaya mewujudkan pemulihan ekonomi dan sosial dari krisis yang sepenuhnya inklusif, berkelanjutan, dan berdaya tahan; dan (2) menguraikan agenda komprehensif, dengan langkah-langkah khusus untuk mempromosikan pekerjaan berkualitas dan pembangunan ekonomi, perlindungan pekerja, perlindungan sosial universal, dan dialog sosial.

Beliau berpesan bahwa mempromosikan tata kelola migrasi ketenagakerjaan yang responsif gender sangat krusial untuk memperkuat kebijakan dan layanan pemerintah dalam merespons beragam realitas yang dihadapi oleh perempuan dan laki-laki PMI.  

Panduan gender yang merupakan hasil kolaborasi antara ILO, Kemnaker RI, dan JBM menyajikan pendekatan langkah demi langkah untuk mendukung Tripartit Plus dalam mengembangkan, mengimplementasikan, dan mengawasi daya tanggap gender sebagaimana dimandatkan oleh UU PPMI. Lebih lanjut, ILO memberikan komentar teknis untuk pengembangan SOP dan monitoring tool untuk penyelenggaraan layanan dan pelindungan PMI pada masa adaptasi kebiasaan baru.

 

 

Jakarta, 30 Maret 2022

Jaringan Buruh Migran

SBMI, KSPI, KSBSI, KSPSI, Aspek Indonesia, FSPSI Reformasi, ASETUC, IMWU Belanda, KOTKIHO,  BMI SA, Serantau Malaysia, UNIMIG, HRWG, JALA PRT, LBH Jakarta, LBH Apik Jakarta, ADBMI Lombok, LBH FAS, Migrant Institute, PBHI Jakarta, Solidaritas Perempuan, INFEST Yogyakarta, TURC, Seruni Banyumas, PBH-BM, Migrant Aid, Institute for Ecosoc Right

 

Narahubung:

Savitri Wisnuwardhani   : 0821-2471-4978

 

[ULASAN] Virtual Launching Panduan dan Standar Operasional Prosedur untuk Penyelenggaraan Layanan dan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia yang Responsif Gender

 

Kemnaker RI, 30 MARET 2022

Program Safe and Fair: Realizing Women Migrant Workers’ Rights and Opportunities in the ASEAN Region, merupakan bagian dari Spotlight Global Initiative Uni Eropa dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menghapuskan kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan yang diimplementasikan oleh International Labour Organisation (ILO) dan UN Women, bekerja sama dengan UNODC. Program ini bertujuan untuk memastikan migrasi tenaga kerja yang aman dan adil bagi semua perempuan di kawasan ASEAN.   

Rabu, 30 Maret 2022, Jaringan Buruh Migran (JBM) bekerja sama dengan ILO dan Kementerian Ketenagakerjaan RI (Kemnaker RI) menyelenggarakan Virtual Launching Panduan dan Standar Operasional Prosedur untuk Penyelenggaraan Layanan dan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia yang Responsif Gender.” Acara yang berlangsung pada pukul 09.45-11.00 WIB tersebut dihadiri oleh lebih dari 50 partisipan luring dan 300 partisipan daring yang berasal dari Tripartit Plus, di antaranya adalah (i) Dr. Hj. Ida Fauziyah, Menteri Ketenagakerjaan RI; (ii) Drs. Suhartono, M.M., Dirjen Binapenta & PKK Kemnaker RI; (ii) Benny Rhamdani, Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, (iii) Rendra Setiawan, Direktur Bina Penempatan dan Pelindungan PMI (P2PMI) Kemnaker RI beserta jajaran; (iv) Yusuf Setiawan, Koordinator Pembinaan Penempatan Kemnaker RI beserta jajaran; (v) Michiko Miyamoto, Direktur ILO Indonesia – Timor Leste; (vi) Sinthia Harkrisnowo, National Project Coordinator ILO; (vii) Savitri Wisnuwardhani, Sekretaris Nasional JBM; (viii) Perwakilan Kantor Staf Presiden, Kementerian, dan BP2MI; (ix) Koordinator LTSA; (x) Ketua-ketua Asosiasi P3MI; (xi) Ketua Asosiasi dan Penanggung Jawab BLK-LN; (xii) Dinas Tenaga Kerja Provinsi/Kabupaten/Kota; (xiii) serikat pekerja migran dan organisasi masyarakat sipil di dalam dan luar negeri; (xiv) organisasi internasional; hingga (xv) vlogger PMI. Kegiatan berlangsung dengan khidmat dan dengan antusiasme yang tinggi dari para pihak yang hadir, baik secara daring maupun luring.

Untuk membuka acara, Drs. Suhartono, M.M., Dirjen Binapenta & PKK Kemnaker RI menyampaikan laporan penyelenggaran kegiatan pada hari ini. Beliau menegaskan bahwa dalam rangka upaya menjalankan UU PPMI dan mengurangkan kerentanan spesifik perempuan PMI, Kemnaker RI bekerja sama dengan ILO dan JBM mengembangkan panduan teknis penyelenggaraan layanan dan pelindungan PMI yang responsif gender. Tujuan dari diselenggarakannya kegiatan pada hari ini adalah antara lain melaksanakan peluncuran panduan teknis dan SOP penyelenggaraan layanan dan pelindungan PMI pada masa adaptasi kebiasaan baru, mendiseminasikan pemahamanan terkait panduan teknis dan SOP, meningkatkan pemahaman mengenai situasi PMI dan kebutuhan atas operasionalisasi panduan teknis, dan meningkatkan pemahaman terkait tantangan dan pembelajaran dari implementasi SOP BLKLN/P3MI untuk penyelenggaraan layanan dan pelindungan PMI pada masa adaptasi kebiasaan baru. Sedangkan tindak lanjut dari kegiatan ini adalah asistensi implementasi SOP bagi P3MI dan BLKLN/LPKLN.

Setelah Dirjen Binapenta & PKK Kemnaker RI menyampaikan laporan penyelenggaraan kegiatan, kata sambutan diberikan oleh Savitri Wisnuwardhani, Michiko Miyamoto, dan Dr. Hj. Ida Fauziyah, M.Si.

Savitri Wisnuwardhani menegaskan bahwa panduan gender disusun melalui sebuah proses penelitian yang inklusif dan partisipatif dari berbagai pihak, terutama mendengarkan suara dan aspirasi perempuan PMI. Pihak yang terlibat mulai dari perwakilan dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, pemerintah desa, perwakilan atnaker, serikat buruh, organisasi yang peduli kepada PMI dan perwakilan dari P3MI serta tokoh masyarakat dan tokoh agama di wilayah penelitian. Panduan ini memiliki kelebihan dengan menempatkan responsif gender sebagai kerangka kerja untuk memastikan layanan dan tata kelola migrasi ketenagakerjaan yang aman dan adil. 

Michiko Miyamoto menyinggung bahwa PMI berkontribusi terhadap pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan, baik di negara asal maupun tujuan. 70% dari seluruh PMI adalah perempuan dan berbagai studi menunjukkan bahwa remitansi dari perempuan PMI dikeluarkan untuk kebutuhan pendidikan, kesehatan, sosial, dan keluarga. Meskipun begitu, perempuan PMI merupakan salah satu kelompok paling rentan terhadap kekerasan, perdagangan orang, pelecehan seksual, dan pelanggaran ketenagakerjaan. Terlebih, akses layanan bagi perempuan PMI penyintas kekerasan seringkali tidak dapat memenuhi kebutuhan – tidak terjangkau dan tidak terkoordinasi antara instansi satu dengan lainnya.

Beliau berpesan bahwa mempromosikan tata kelola migrasi ketenagakerjaan yang responsif gender sangat krusial untuk memperkuat kebijakan dan layanan pemerintah dalam merespons beragam realitas yang dihadapi oleh perempuan dan laki-laki PMI. Panduan gender yang merupakan hasil kolaborasi antara ILO, Kemnaker RI, dan JBM menyajikan pendekatan langkah demi langkah untuk mendukung Tripartit Plus dalam mengembangkan, mengimplementasikan, dan mengawasi daya tanggap gender sebagaimana dimandatkan oleh UU PPMI. Lebih lanjut, ILO memberikan komentar teknis untuk pengembangan SOP dan monitoring tool untuk penyelenggaraan layanan dan pelindungan PMI pada masa adaptasi kebiasaan baru.  

Setelah Ibu Michiko, Dr. Hj. Ida Fauziyah, M.Si. memberikan kata sambutan sekaligus meluncurkan Buku Panduan dan SOP untuk Penyelenggaraan Layanan dan Pelindungan PMI yang Responsif Gender. Beliau menyambut baik kegiatan pada hari ini.

Beliau menegaskan betapa besarnya kontribusi para perempuan PMI dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Meskipun dengan kontribusi yang tidak sedikit, perempuan PMI merupakan kelompok paling rentan mengalami eksploitas, pelecehan, dan pelanggaran hak ketenagakerjaan. Pendekatan responsif gender menjadi sangat penting. Namun, responsif gender tidak bermakna mengistimewakan perempuan di atas laki-laki, melainkan memastikan akses yang sama bagi siapapun dan mengakui adanya tingkat kerentanan spesifik yang dialami oleh perempuan PMI.

Pemerintah telah melakukan reformasi tata kelola migrasi ketenagakerjaan yang dilakukan secara menyeluruh, dengan adanya UU PPMI dengan memberikan mandat dimulai dari pemerintah tingkat terkecil, yakni desa hingga ke tingkat pusat. Pasal 2 UU PPMI memandatkan pelaksanaan pelindungan PMI harus berasaskan persamaan hak dan pengakuan atas martabat dan HAM, demokrasi, berkeadilan sosial, kesetaraan dan keadilan gender, nondiskriminasi, dan antiperdagangan manusia. Hal-hal tersebut merupakan komitmen bersama bagi seluruh pemangku kepentingan.

Sesuai pesan Menteri Ketenagakerjaan RI, kegiatan tidak boleh berakhir dengan adanya launching, melainkan rangkaian penguatan kapasitas untuk penyelenggaraan layanan dalam penyelenggaraan layanan dan pelindungan PMI yang responsif gender harus dapat diimplementasikan oleh para pemangku kepentingan dan menekankan pentingnya pengawasan.

Kegiatan ditutup dengan seremoni launching melalui penyerahan simbolis buku panduan gender dan SOP P3MI/BLKLN oleh Dr. Hj. Ida Fauziyah, M.Si. selaku Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia kepada Kadisnaker Tulungagung, Ketua Departemen Buruh Migran KSBSI, Ketua Umum AP2TKI, dan empat Direktur Asosiasi-asosiasi P3MI.                                

RILIS PERS, Momentum G20: Perkuat Pelindungan HAM Terhadap Pekerja Migran!

Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemenlu RI) melaporkan, Otoritas Arab Saudi telah melakukan eksekusi hukuman mati terhadap dua warga negara Indonesia (WNI) yang juga merupakan pekerja migran Indonesia (PMI) pada Kamis, 17 Maret 2022, pagi waktu setempat. Dua PMI tersebut ialah Agus Ahmad Arwas (AA) alias Iwan Irawan Empud Arwas dan Nawali Hasan Ihsan (NH) alias Ato Suparto bin Data dieksekusi mati oleh Otoritas Arab Saudi. Bersamaan dengan Siti Komariah (SK), ketiganya menjalani proses persidangan dengan dakwaan pembunuhan berencana terhadap sesama WNI atas nama Fatmah alias Wartinah. SK diputus hukuman penjara 8 tahun dan 800 kali hukuman cambuk sementara AA dan NH diputus hukuman mati. Informasi rencana eksekusi tersebut diterima oleh Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Jeddah sehari sebelumnya melalui Pengacara KJRI Jeddah.

Dalam kasus AA dan NH, pemaafan tidak didapatkan dari keluarga Fatmah karena ketika ditelusuri oleh Imigrasi Indonesia dan Arab Saudi, identitas Fatmah, yang diduga merupakan PMI nonprosedural, tidak ditemukan. Fatmah diindikasikan berangkat ke Arab Saudi sebelum tahun 2006 ketika paspor belum biometrik. Sayang memang, identitas Fatmah tidak berhasil dilacak yang sesungguhnya bisa menjadi kunci untuk menyelamatkan dua nyawa.

Kemenlu RI telah mengupayakan upaya-upaya untuk meringankan hukuman terhadap AA dan NH, baik langkah kekonsuleran maupun diplomatik. Kemenlu RI sendiri telah mengirimkan lebih dari sembilan nota diplomat kepada Kemenlu Arab Saudi. Hukuman mati terhadap kelompok migran secara umum menciderai semangat the Global Compact for Migration (GCM) yang telah didukung oleh Arab Saudi. Penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan hak asasi manusia (HAM) terhadap kelompok migran merupakan elemen kunci dari GCM. 

Kasus AA dan NH hanyalah dua dari sekian banyak kasus eksekusi mati terhadap WNI, khususnya PMI di luar negeri. Sementara itu, hingga saat ini, masih terdapat 205 WNI termasuk PMI yang menghadapi ancaman hukuman mati di berbagai negara.

Bobi Anwar Maarif, Sekretaris Jenderal Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) menyayangkan terjadinya hukuman mati yang terjadi. Jika Pemerintah menemukan keluarga Fatmah, kedua WNI terpidana mati dapat mengakses pemaafan. Dari peristiwa ini menunjukkan terdapat kelemahan dalam sistem pendataan dan terdapat dugaan penempatan nonprosedural, sehingga datanya tidak tercatat.

Savitri Wisnuwardhani, Sekretaris Nasional Jaringan Buruh Migran (JBM) prihatin atas dieksekusinya dua WNI di Arab Saudi. Kasus PMI/WNI terpidana mati masih akan terus membayangi Indonesia. Seharusnya, baik Indonesia maupun Arab Saudi sebagai pendukung GCM dan anggota G20 memiliki komitmen untuk melindungi kelompok migran dan melakukan perubahan terhadap kebijakan migrasi ketenagakerjaan termasuk melakukan upaya lebih serius dan mencari terobosan alternatif penyelesaian masalah secara diplomatik antara dua negara untuk mengeliminasi praktik eksekusi mati pekerja migran.

Daniel Awigra, Direktur Eksekutif Human Rights Working Group (HRWG) mengecam hukuman mati terhadap dua WNI di Arab Saudi. Jika dipelajari kasusnya, korban dari dua terpidana mati juga merupakan WNI. Maka, jika mengikuti logika hukum di sana, jika keluarga korban bisa memaafkan pelaku, maka hukuman mati ini bisa dihindarkan. Masalahnya, data korban belum sempat ditemukan dan eksekusi sudah dilakukan, sehingga dikatakan Pemerintah RI gagal dalam melindungi hak hidup warganya. Hal ini dikarenakan lemahnya data dan keseriusan negara dalam melindungi hak hidup.

Salsabila Putri, Staf Advokasi Kebijakan Solidaritas Perempuan (SP) turut mengecam hukuman mati terhadap PMI yang masih terjadi. Selain melanggar sejumlah instrumen HAM, sistem dan tata kelola migrasi yang ada saat ini tidak mampu melindungi warga negara. Hukuman mati menghilangkan hak hidup yang seharusnya dilindungi oleh negara, tidak hanya menghukum terpidana tapi juga menghukum isteri dan anggota keluarga lainnya. Kehilangan mata pencaharian dan kehidupan serta interaksi sosial yang terganggu akibat stigma yang dilekatkan oleh masyarakat. Di sisi lainnya, ancaman hukuman mati bagi perempuan buruh migran juga memiliki situasi yang spesifik. Karena selain tidak mendapatkan proses peradilan yang adil (fair trial), juga tidak ada pertimbangan bahwa perempuan ini kemungkinan merupakan korban perdagangan manusia, kekerasan seksual dan perbudakan modern.

Presidensi G20 Indonesia menjadi momentum yang tak boleh diabaikan dalam mendukung penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan HAM terhadap kelompok migran. Mengambil semangat G20, Pemerintah Indonesia harus menjadi role model dalam penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan HAM terhadap kelompok migran untuk kemudian dapat mempengaruhi negara lain, terutama Arab Saudi agar dapat pula berkomitmen dalam penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan HAM terhadap kelompok migran. Jaringan Buruh Migran (JBM) yang merupakan koalisi dari 28 organisasi beranggotakan serikat buruh dalam dan luar negeri dan organisasi yang peduli terhadap isu PMI mendorong:

1.         Pemerintah RI mengimplementasikan UU PPMI dengan memperkuat sistem pendataan. Presiden RI dapat menginstruksikan Menteri Dalam Negeri untuk percepatan pendataan di tingkat desa;

2.         Direktorat Jenderal Imigrasi RI untuk memperkuat pencegahan penempatan PMI nonprosedural, salah satunya dengan memperkuat pengawasan oleh petugas imigrasi di tempat pemeriksaan imigrasi bandara;

3.         Pemerintah RI memberlakukan moratorium hukuman mati untuk memberikan role model terhadap negara G20 lainnya, termasuk Arab Saudi, yang masih memberlakukan hukuman mati dan mengancam ribuan nyawa, termasuk kelompok migran; 

4.         Pemerintah dan DPR RI menghapuskan pidana mati dalam Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Jakarta, 21 Maret 2022

Jaringan Buruh Migran

SBMI, KSPI, KSBSI, KSPSI, Aspek Indonesia, FSPSI Reformasi, ASETUC, IMWU Belanda, KOTKIHO,  BMI SA, Serantau Malaysia, UNIMIG, HRWG, JALA PRT, LBH Jakarta, LBH Apik Jakarta, ADBMI Lombok, LBH FAS, Migrant Institute, PBHI Jakarta, Solidaritas Perempuan, INFEST Yogyakarta, TURC, Seruni Banyumas, PBH-BM, Migrant Aid, Institute for Ecosoc Right

Narahubung:

Savitri Wisnuwardhani   : 0821-2471-4978

Bobi Anwar Maarif        : 0852-8300-6797

INTERNATIONAL WOMEN'S DAY


 Selamat memperingati Hari Perempuan Internasional 2022

Perempuan pekerja migran dinilai berkontribusi positif untuk pembangunan sosial dan ekonomi, namun juga turut menjadi kelompok paling rentan mengalami pelanggaran hak ketenagakerjaan, pelecehan, kekerasan, eksploitasi dan bahkan tindak pidana perdagangan orang. Hal tersebut terus terjadi akibat dari kebijakan dan program yang belum berperspektif HAM dan Gender.

Oleh karena itu, peringatan Hari Perempuan Internasional 2022 dengan tema #BreakTheBias juga turut mendorong percepatan pelaksanaan UU PPMI Nomor 18 Tahun 2017 yang responsif gender guna memenuhi kebutuhan dan mengurangi kerentanan spesifik perempuan pekerja migran di setiap tahapan migrasi, serta mendorong Pemerintah agar dapat membuat kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan program di berbagai bidang kehidupan.

Ulasan Diskusi Daring: Keterlibatan Vlogger PMI dalam Kampanye Migrasi yang Adil dan Aman dengan Perspektif Responsif Gender

International Labour Organisation (ILO) bekerja sama dengan Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia (Kemnaker RI) dan Jaringan Buruh Migran (JBM) dalam program SAFE & FAIR: Realizing Women Migrant Workers’ Rights and Opportunities in the ASEAN Region yang sesuai namanya ingin mewujudkan pelindungan PMI yang adil dan aman dengan perspektif responsif gender.

Minggu, 23 Januari 2022baru saja diselenggarakan “Diskusi: Keterlibatan Vlogger PMI dalam Kampanye Migrasi yang Adil dan Aman dengan Perspektif Responsif Gender.” Diskusi yang berlangsung pada pukul 13:05-16:15 WIB ini dimoderatori oleh Sayyid Muhammad Jundullah dan dihadiri oleh 14 narasumber dan partisipan, di antaranya Tiasri W(Komnas Perempuan), Savitri W (JBM–Tim Peneliti Panduan Gender), Iswanti(Tim Peneliti Panduan Gender), Prasetyohadi(Tim Peneliti Panduan Gender), Sinthia Harkrisnowo (ILO), Rosi(JBM), dan 7 vlogger PMI.  

Ketujuh vlogger PMI tersebut adalah antara lain:

1. Miftahul Khoiri, PMI sektor kontruksi di Malaysia, pemilik akun youtube Mukidi Channel dengan 102 ribu pengikut dan penerima penghargaan Hasan Wirajuda Pelindungan Award (HWPA) 2021 kategori Jurnalis/Media;

2. Ika Wulandari, PMI sektor jasa di Malaysia, pemilik akun youtube Ika Wulandari Channel dengan 51,9 ribu pengikut;

3. Fahrur Rozi, PMI sektor kontruksi di Malaysia, pemilik akun youtube Fahrur BMI dengan 16,9 ribu pengikut;

4. Riki Sapari, PMI sektor jasa di Malaysia, pemilik akun youtube CERITA RIKI dengan 6,32 ribu pengikut dan akun TikTok CERITA RIKI dengan 37,2 ribu pengikut;

5. Anita Anggraini, PMI sektor domestik di Taiwan, pemilik akun youtube Anita Anggraini dengan 22,1 ribu pengikut;

6. Dayah Nuur, PMI sektor domestik di Hong Kong, pemilik akun youtube Mbak Nur Vlog dengan 4,57 ribu pengikut; dan

7. Devi Ernawati, PMI sektor domestik di Singapura, pemilik akun youtube Devi Cah Ndeso dengan 391 pengikut.

    Sebagaimana dunia telah memasuki era digital, sejumlah PMI dengan akses komunikasi dan informasi yang lebih baik adalah orang dengan pengaruh (influencer) terhadap komunitas mereka sendiri – memiliki platform sendiri sebagai vlogger. Sebagai influencer, vlogger PMI memiliki dampak yang cukup besar dalam mengartikulasikan suara PMI.

 Setelah kegiatan dibuka dengan kata sambutan dari Sinthia Harkrisnowo dan Savitri Wisnuwardhani, Tiasri Wiandani sebagai narasumber mengawali diskusi dengan memaparkan mengenai kerentanan perempuan PMI, terutama terhadap kekerasan berbasis gender (KBG) dan pidana mati. Berbicara mengenai PMI dan dikaitkan dengan HAM dan KBG, dalam konstitusi sudah jelas bagaimana perlindungan hak setiap WNI wajib tanpa ada kekerasan dan nondiskriminasi, hal tersebut tidak boleh dipangkas atas alasan apapun. Tiasri merasa senang dapat diundang sebagai narasumber pada kegiatan kali ini dan mengapresiasi para vlogger PMI yang telah mengambil peran sebagai penyedia informasi yang sebenarnya hal tersebut merupakan tanggung jawab dari Pemerintah.

Pemaparan kemudian dilanjutkan oleh Savitri Wisnuwardhani yang mengambil topik “Perspektif HAM dalam Pelindungan PMI.” Dalam memberikan perspektif, Savitri mengulik mengenai mengapa isu PMI perlu menjadi perhatian khusus? Hal tersebut salah satunya adalah karena posisi kerentanan PMI yang membutuhkan perlindungan, terutama perempuan PMI yang memiliki kerentanan ganda. Baik perempuan, PMI, ataupun perempuan PMI adalah kelompok rentan – kelompok yang kerap mengalami stigma, diskriminasi, dan kekerasan terstruktur. Banyak sekali kerentanan PMI yang dijabarkan oleh Savitri, mulai dari minimnya informasi yang diterima oleh PMI sejak pra-keberangkatan, pembebanan biaya terhadap PMI, pelecehan seksual, pendidikan dan pelatihan yang tidak sesuai dengan kebutuhan negara penempatan, hingga penanganan kasus yang belum berperspektif korban. Bahwa untuk meminimalisasi kerentanan PMI, Negara memiliki tiga kewajiban antara lain: menghormati HAM, melindungi HAM, dan memenuhi HAM. Tidak sampai di situ, Savitri memberikan banyak wawasan mengenai kondisi kebijakan di dalam negeri seperti penerbitan SOP BLK-LN dan P3MI dan pedoman gender dalam berbagai hal, mulai dari layanan informasi, pencatatan, hingga pengawasan.

Selanjutnya, pemaparan disampaikan oleh Iswanti Suparma dengan topik “Perspektif Gender dalam Pelindungan PMI.” Iswanti berbicara banyak mengenai responsif gender. Apa sebenarnya yang dimaksud dengan responsif gender? Responsif gender dapat dimaknai sebagai penerapan perspektif gender dalam asesmen, analisis, perumusan, implementasi hingga pemantauan dan pengawasan suatu kebijakan dan program dengan tujuan menghapus ketimpangan serta kekerasan berbasis gender. Perspektif responsif gender ini sangat diperlukan mengingat wajah migrasi ketenagakerjaan Indonesia yang berwajah perempuan. Jumlah PMI didominasi oleh perempuan yang kebanyakan bekerja di sektor domestik, sektor yang paling rentan terhadap pelanggaran hak. Uniknya, ternyata perspektif responsif gender yang sering luput memiliki nilai tambah, selain nilai tambah pemenuhan hak PMI, nilai tambah ekonomi turut menjadi kebaikan yang dapat diterima jika Negara menerapkan perspektif responsif gender dalam pelindungan PMI.

Setelah pemaparan dari tiga pembicara, sesi diskusi berlangsung dengan partisipasi aktif dan antusiasme para vlogger PMI dalam berpendapat dan menceritakan mengenai situasi kerentanan PMI di negara penempatan masing-masing selama masa adaptasi kebiasaan baru. Terdapat pola situasi kerentanan yang dialami oleh PMI di berbagai negara, antara lain minimnya informasi yang mereka terima hingga ketidaksesuaian antara pendidikan dan pelatihan yang didapat dengan kebutuhan negara penempatan. Selain itu, dalam konteks Malaysia, terdapat benturan kebijakan antara Pemerintah Indonesia dan Malaysia dalam penempatan PMI. Malaysia di satu sisi memberikan lampu hijau untuk menerima PMI, sedangkan Indonesia sedang memperketat keluarnya warga negara untuk ke luar negeri, mengingat pandemi Covid-19.  

Perspektif lain yang didapat selama diskusi adalah mengenai strategi komunikasi yang dilakukan para vlogger PMI sebagai influencer. Riki Sapari, pemilik akun youtube CERITA RIKI berpendapat bahwa merambah ke media sosial TikTok menjadi strategi komunikasi efektif yang ia lakukan dalam memberikan informasi kepada PMI. Selain PMI sudah melek TikTok, platform tersebut dinilai dapat memberikan informasi secara singkat, padat, sekaligus menghibur.    

    Dengan melibatkan vlogger PMI dalam kampanye migrasi yang adil dan aman dengan perspektif responsif gender, vlogger PMI diharapkan dapat berbagi pengalaman mengenai kondisi migrasi kerja dari perspektif vlogger, lebih memahami hak-hak PMI, kebijakan pelindungan PMI, migrasi yang aman dan adil dengan perspektif responsif gender, terutama pada masa adaptasi kebiasaan baru. JBM, ILO, dan Kemnaker RI berharap bahwa pertemuan dengan vlogger PMI kali ini bukanlah yang terakhir, namun yang pertama untuk kemudian dapat mengundang kembali para vlogger PMI dalam kegiatan-kegiatan lainnya guna mewujudkan migrasi yang adil dan aman.

Ulasan Audiensi JBM dengan Kementerian Sekretariat Negara

"Perkembangan Aturan Turunan UU PPMI; RPP ABK, Perpres Atase Ketenagakerjaan dan Permen LTSA”

Jaringan Buruh Migran (JBM) merupakan Koalisi 28 organisasi dari berbagai organisasi buruh dalam dan luar negeri serta organisasi pemerhati buruh migran. JBM lahir karena keprihatinan akan masih rendahnya perlindungan bagi buruh migran dari segi kebijakan. Dalam sejarahnya, JBM yang dulu bernama JARI PPTKILN semenjak tahun 2010 telah aktif melakukan pengawalan terhadap proses pembahasan revisi UU No 39/2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia.

Pada Jumat, 14 Januari 2022, pukul 10.00 WIB, perwakilan dari JBM yang terdiri dari Savitri Wisnuwardhani, Nuralia Rossy, Vebrina Monicha, Bobi Alwi dan Figo, telah melaksanakan audiensi dengan Kementerian Sekretariat Negara. Audiensi dilakukan guna mengetahui update perkembangan terkait aturan turunan UU PPMI, yakni Perpres Atase Ketenagakerjaan, RPP ABK dan Permen LTSA. Audiensi ini berlangsung selama 1 jam 30 menit. Audiensi ini disambut dan diterima dengan baik oleh Dyah Ariyati, Dede Martinelly bersama Tim dari Asisten Deputi Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Kementerian Sekretariat Negara.

Dyah Ariyati selaku Kepala Bidang Pariwisata, Kebudayaan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Manusia, Asisten Deputi Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Deputi Bidang Hukum dan Perundang-undangan menjabarkan update perkembangan aturan turunan UU PPMI yang mempunyai semangat terhadap perlindungan PMI. Aturan pertama yang diupdate ialah aturan mengenai perpres Atase Ketenagakerjaan. Atase Ketenagakerjaan memiliki peranan sangat besar dan penting dalam perlindungan PMI. Dalam pelaksanaannya, tidak bisa dipungkiri penegakan dalam perlindungan PMI di negara penempatan perlu dikawal, apakah  sesuai dengan yang diharapkan atau tidak sehingga dapat menjadi evaluasi. UU PPMI menyebutkan bahwa mengenai Atase Ketenagakerjaan harus diundangkan melalui Perpres, namun setelah bertemu dengan 10 Kementerian terkait, perpres Atase Ketenagakerjaan tidak akan jadi Perpres tersendiri. Perpres Atase Ketenagakerjaan akan digabungkan dan dimasukkan ke dalam Revisi Keppres 108 tentang organisasi perwakilan RI di luar negeri.

Selanjutnya Dyah juga turut menjabarkan bahwa untuk RPP ABK sudah berada ditahap finalisasi. Sebelumnya, RPP ABK ABK memiliki konsen dan perhatian di peraturan perizinan dan berbagai hal lainnya. Namun kini, RPP ABK secara konsep dan prinsip di antara Kementerian sudah bertemu, sudah dilakukan harmonisasi dan sinkronisasi, dan tidak ada yang saling bertentangan. Sedangkan untuk aturan turunan Permen LTSA masih perlu dikomunikasikan dengan Kemnaker mengenai hal-hal yang perlu diperhatikan sehingga kekosongan hukum yang terjadi dapat segera diatasi. Selain itu juga, sosialisasi secara lebih masif sangat diperlukan untuk menyebarkan peranan dan fungsi LTSA agar CPMI dapat dengan mandiri mengurus persyaratan dokumennya sendiri tanpa bantuan calo atau sponsor yang selama ini sering terjadi. Data yang disampaikan dan pengamatan yang disampaikan oleh perwakilan JBM menjadi masukan untuk Kemensekneg dalam memberikan input kepada instansi/ kementerian dalam menyusun kebijakan yang berhubungan dengan perlindungan PMI dan menjadi bahan untuk internal Sekneg dalam membuat peraturan-peraturan mengenai perlindungan PMI.

Dalam audiensi ini, Savitri Wisnuwardhani selaku SekNas JBM menyampaikan bahwa berdasarkan hasil penelitian JBM menunjukkan bahwa masih terdapat banyak PMI yang tidak mengetahui mengenai LTSA. Oleh karena PMI masih banyak yang tidak mengetahui LTSA, mengakibatkan PMI masih banyak yang menggunakan calo untuk mengurus dokumen. Pendirian LTSA sudah tersebar di berbagai daerah kantong PMI, namun wilayah/ lokasi keberadaan LTSA masih sulit untuk dijangkau oleh CPMI dan sosialisasi mengenai LTSA pun masih minim sehingga keberadaan calo masih mendominasi dalam pengurusan dokumen CPMI. Untuk itu, penting adanya kebijakan yang khusus untuk mengatur mekanisme dan prosedur dalam memberikan sosialisasi serta mekanisme layanan dengan menggunakan perspektif HAM dan gender dalam melakukan pelayanan di LTSA.

Savitri turut menegaskan urgensi perlindungan PMI yang bekerja di negara penempatan. Masih terdapat banyak kasus yang menimpa PMI selama bekerja di luar negeri, terutama di masa Pandemi Covid-19, beban kerja bertambah, gaji tidak dibayarkan, deportasi, dan masih banyak permasalahan lainnya. Berdasarkan diskusi-diskusi yang telah JBM lakukan bersama jaringan, dalam menangani kasus, Atase Ketenagakerjaan maupun Konsuler masih minim paradigma yang berperspektif korban atau Survivor-centered Approach. Sehingga bila ada permasalahan ketenagakerjaan yang terjadi, Atase ketenagakerjaan maupun Konsuler dapat lebih memahami, mengidentifikasi masalah dengan lebih ramah/ berpihak kepada kebutuhan korban. Selain itu, verifikasi kerja sangat penting untuk dilakukan agar pemberi kerja atau agensi yang bermasalah dapat dievaluasi sehingga dapat meminimalisir permasalahan selama PMI bekerja. Oleh karena itu, isu migrasi harus dilakukan secara multisektoral dan berkoordinasi secara intens.

Bobi Alwi dari DPN SBMI turut menjabarkan urgensi perlindungan terhadap ABK. RPP ABK belum disahkan, sedangkan kasus ABK sangat banyak terjadi dan terus melonjak. Berdasarkan indikator dari ILO, ABK seringkali mengalami kerja paksa. Permasalahan lain yang sering terjadi pada ABK di antaranya: 1.) mengalami penipuan, seperti penipuan akan gaji, 2.) akomodasi kehidupan sandang pangan yang tidak layak, 3.) penahanan akan dokumen dan bila hendak mendapatkannya kembali harus membayarkan sejumlah uang tebusan, 4.) banyak yang terdampar dan 5.) banyak yang meninggal dunia. Di lapangan, Disnakertrans masih kebingungan mengenai pengaturan yang ada karena aturan khusus yang mengatur mengenai ABK belum ada, sedangkan peraturan yang ada belum melindungi ABK. SBMI juga sudah mencatat perusahaan-perusahaan yang dari perizinannya masih berantakan dan bermasalah. Dari hasil audiensi SBMI dengan salah satu Disnakertrans di daerah, ternyata masih banyak kapal yang mendapatkan izin dari dinas perdagangan dan bukan dari Kementerian Perhubungan. Permasalahan yang terus terjadi pada ABK ini sudah seharusnya menjadi perhatian dan prioritas bersama. Pemerintah harus segera bergerak untuk mewujudkan perlindungan PMI di sector sea-based.


Di akhir sesi, Savitri Wisnu (SekNas JBM) menyerahkan beberapa buku kepada Setneg di antaranya rekomendasi JBM dalam bentuk isu krusial atase ketenagakerjaan dan LTSA. Bobby Alwy (SBMI) juga turut menyerahkan beberapa buku penelitian di antaranya: 1.) dampak pandemik terhadap buruh migran; 2.) situasi perbudakan ABK perikanan; 3.) catatan Akhir Tahun; 4.) penelitian tentang LTSA; dan 5.) rekomendasi tentang perpres Atase Ketenagakerjaan. 

 



 

Anggota Jaringan


SBMI, KSPI, KSBSI, Aspek Indonesia, FSPSI Reformasi, ASETUC, IMWU Belanda, Kotkiho, BMI SA, Serantau Malaysia, UNIMIG, HRWG, JALA PRR, LBH Jakarta, LBH Apik Jakarta, ADBMI Lombok, LBH FAS, Migrant Institute, PBHI Jakarta, Solidaritas Perempuan, INFEST Yogyakarta, TURC, Seruni Banyumas, JBM Jateng, PBH-BM, Migrant Aids, Institute Ecosoc

Contact Information


Telp / Fax : 021-8304153

jaringan@buruhmigran.or.id
jari.pptkiln@gmail.com

Alamat Sekretariat


d/a The Institute for Ecosoc Rights.
Jl. Tebet Timur Dalam VI C No. 17 Jakarta Selatan