Traning Peningkatan
Kapasitas Bagi Penyedia Layanan Dalam Pengembangan Kebijakan dan Layanan yang Responsif
Gender untuk Perlindungan Perempuan Pekerja Migran Indonesia pada Masa Adaptasi
Kebiasaan Baru.
13-14
Oktober 2022
Training ini dilakukan agar pemahaman organisasi
buruh migran Indonesia/pekerja migran Indonesia dan organisasi masyarakat sipil
yang memiliki kepedulian kepada buruh migran/pekerja migran Indonesia meningkat
pemahaman dan dapat memonitor kinerja penyedia layanan baik itu pemerintah
maupun swasta pada saat mengembangkan kebijakan dan layanan yang responsif
gender dan HAM, memahami Kepmen 294/2020 dan KepDirjen mengenai SOP Kepmen
294/2020 pada masa adaptasi kebiasaan baru dan yang terpenting,
organisasi/serikat buruh migran/PMI dapat mengindentifikasi manfaat dari
manstremaing responsif gender di organisasi masing-masing organisasinya dan
mendapatkan pembelajaran/praktik baik dari implementasi Kepmen 294/2020 dan SOP
di masa adaptasi kebiasaan baru.
Training ini merupakan training
terakhir dari rangkaian training/peningkatan kapasitas kepada tripartit plus
yang sebelumnya telah dilakukan di bulan Agustus 2022 kepada Pemerintah daerah
dan pihak swasta (P3MI dan BLK-LN).
Kegiatan training ini diselenggarakan
secara virtual melalui aplikasi zoom selama dua hari dan dimulai dari
pukul 09.00 hingga pukul 14.00. Pada hari
pertama, Pihak Kementerian Ketenagakerjaan yang diwakilkan oleh Bapak
Abdul Karim selaku perwakilan dari Direktur Bina P2PMI, membuka kegiatan training. Dalam sambutannya, pak Karim menekankan pentingnya
kolaborasi bersama antara pemerintah dan organisasi/serikat dan CSO untuk
memberikan masukan, mengingatkan dan juga bersama-sama dalam berkontribusi
untuk meningkatkan perlindungan PMI.
selanjutnya, Savitri Wisnu selaku SekNas JBM juga menyampaikan agar
tetap menerapkan protokol kesehatan dalam proses migrasi mulai dari selama
hingga kepulangan PMI dengan memperhatikan kerentanan yang dialami PMI. Selain
itu Savitri juga mengingatkan bahwa di beberapa negara tujuan bekerja PMI masih
menerapkan protokol kesehatan dengan mekanisme yang berbeda-beda. Oleh
karenanya dengan mengimplementasikan SOP dan menjalankan Kepmen 294/2020, standar-standar
perlindungan PMI dapat dimplementasikan untuk perlindungan PMI khususnya di
masa adaptasi kebiasaan baru. Standar-standar ini bila digunakan dapat membantu
memitigasi resiko permasalahan PMI bila diselenggarakan dengan menggunakan
prinsip HAM, responsif gender, berpusat pada korban dan K3.
Materi training dibagi menjadi dua. Di hari pertama,
materi pelatihan yang diberikan meliputi sharing CSO dalam melihat
implementasi Kepmen 294/2020 dan SOP, pengantar pelatihan dan pengantar panduan teknis responsif gender (Pemerintah
pusat dan atnaker, P3MI dan CSO). Adapun kegiatan ini menghadirkan beberapa narasumber
dari pemerintah yang diwakilkan oleh bapak Budhi, Koordinator Penempatan Pekerja Migran, Bina P2MI Kemnaker RI dan pak Firman, Koordinator
Pelindungan Kawasan Asia Timur II dan Asia Selatan, Dit Pelindungan dan
Pemberdayaan Kawasan Asia dan Afrika.
Selain pemerintah, perwakilan ILO untuk program Safe dan Fair , Sinthia
Harkrisnowo menyampaikan pengantar program termasuk menjelaskan keseluruhan
program ILO dan kegiatan training yang akan dilakukan selama 2 hari kedepan.
Pada hari pertama, kegiatan difasilitasi oleh tim peneliti JBM yang yakni
Savitri Wisnu dan Iswanti.
Di hari kedua, kegiatan dipandu oleh tim peneliti JBM yakni Iswanti dan Prasetyohadi dan materi yang diberikan diantaranya mengenai praktik pengawasan terhadap kinerja penyedia layanan dalam menerapkan prinsip responsif gender dalam migrasi kerja, peran masyarakat sipil dalam forum tripartit untuk memajukan penerapan prinsip responsif gender dan pendekatan berperspektif hak asasi manusia (HAM). Metode pelatihan ini bersifat andragogi dengan memposisikan peserta pelatihan sebagai orang dewasa dan memperbanyak diskusi-diskusi serta menampung sharing pengalaman advokasi pekerja migran Indonesia di masa pandemi covid 19 seperti misalnya ungkapan dari peserta diskusi pelatihan berikut ini :
“ Saya
mantan PMI di Hongkong, pimpinan pusat koordinator advokasi di Kabar Bumi.
Dalam praktek implementasi 294 nggak ada bedanya. Belum lama, belum sampai 1
tahun, ada teman saya ke LN, masih sulit melakukan prosesnya. Mengeluarkan
biaya yang tidak sedikit, petugas ada yang memaksa kontrasepsi meski dia
menolak, hanya dia yang berani menolak. P3MI mengatakan boleh tidak mau suntik
KB tapi harus membayar dua juta, tapi dia dikasih sertifikat seolah-olah dia
disuntik KB. Ketika saya sampaikan ke pemerintah, mereka kaget soal pemaksaan
kontrasepsi, jadi dalam implementasi kurang, dalam penempatan dan perlindungan di LN. Di sini
banyak teman-teman keluarga migran NTB mungkin mau menambahkan” (Wiwin, Mantan PMI di Hongkong)
Pelatihan selama dua hari dan
berakhir pada pukul 14.30 dengan dipandu oleh Ega Melindo sebagai MC, direspon
secara antusias oleh peserta. Terlihat dari jumlah peserta yang mengikuti
pelatihan cukup tinggi melebihi target yang ditentukan. Sebanyak 62 orang yang
hadir pada hari pertama dan kurang lebih 45 peserta yang hadir di hari kedua.
Keterwakilan peserta yang hadir dari berbagai wilayah juga cukup lengkap mulai
dari tingkat kabupaten, tingkat pusat (Jakarta) hingga dari luar negeri
(Malaysia, Singapuran, Taiwan, Hongkong) dan respon peserta pelatihan yang
mengisi post test juga sangat banyak serta kesan terhadap kegiatan pelatihan
sangat positif seperti menambah pemahaman mengenai pentingnya tidak hanya perspektif HAM tetapi juga
perspektif responsif gender juga sangat diperlukan dalam perlindungan PMI. (Ega
Melindo)