Laman

Translate

Ulasan Diskusi Daring: Keterlibatan Vlogger PMI dalam Kampanye Migrasi yang Adil dan Aman dengan Perspektif Responsif Gender

International Labour Organisation (ILO) bekerja sama dengan Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia (Kemnaker RI) dan Jaringan Buruh Migran (JBM) dalam program SAFE & FAIR: Realizing Women Migrant Workers’ Rights and Opportunities in the ASEAN Region yang sesuai namanya ingin mewujudkan pelindungan PMI yang adil dan aman dengan perspektif responsif gender.

Minggu, 23 Januari 2022baru saja diselenggarakan “Diskusi: Keterlibatan Vlogger PMI dalam Kampanye Migrasi yang Adil dan Aman dengan Perspektif Responsif Gender.” Diskusi yang berlangsung pada pukul 13:05-16:15 WIB ini dimoderatori oleh Sayyid Muhammad Jundullah dan dihadiri oleh 14 narasumber dan partisipan, di antaranya Tiasri W(Komnas Perempuan), Savitri W (JBM–Tim Peneliti Panduan Gender), Iswanti(Tim Peneliti Panduan Gender), Prasetyohadi(Tim Peneliti Panduan Gender), Sinthia Harkrisnowo (ILO), Rosi(JBM), dan 7 vlogger PMI.  

Ketujuh vlogger PMI tersebut adalah antara lain:

1. Miftahul Khoiri, PMI sektor kontruksi di Malaysia, pemilik akun youtube Mukidi Channel dengan 102 ribu pengikut dan penerima penghargaan Hasan Wirajuda Pelindungan Award (HWPA) 2021 kategori Jurnalis/Media;

2. Ika Wulandari, PMI sektor jasa di Malaysia, pemilik akun youtube Ika Wulandari Channel dengan 51,9 ribu pengikut;

3. Fahrur Rozi, PMI sektor kontruksi di Malaysia, pemilik akun youtube Fahrur BMI dengan 16,9 ribu pengikut;

4. Riki Sapari, PMI sektor jasa di Malaysia, pemilik akun youtube CERITA RIKI dengan 6,32 ribu pengikut dan akun TikTok CERITA RIKI dengan 37,2 ribu pengikut;

5. Anita Anggraini, PMI sektor domestik di Taiwan, pemilik akun youtube Anita Anggraini dengan 22,1 ribu pengikut;

6. Dayah Nuur, PMI sektor domestik di Hong Kong, pemilik akun youtube Mbak Nur Vlog dengan 4,57 ribu pengikut; dan

7. Devi Ernawati, PMI sektor domestik di Singapura, pemilik akun youtube Devi Cah Ndeso dengan 391 pengikut.

    Sebagaimana dunia telah memasuki era digital, sejumlah PMI dengan akses komunikasi dan informasi yang lebih baik adalah orang dengan pengaruh (influencer) terhadap komunitas mereka sendiri – memiliki platform sendiri sebagai vlogger. Sebagai influencer, vlogger PMI memiliki dampak yang cukup besar dalam mengartikulasikan suara PMI.

 Setelah kegiatan dibuka dengan kata sambutan dari Sinthia Harkrisnowo dan Savitri Wisnuwardhani, Tiasri Wiandani sebagai narasumber mengawali diskusi dengan memaparkan mengenai kerentanan perempuan PMI, terutama terhadap kekerasan berbasis gender (KBG) dan pidana mati. Berbicara mengenai PMI dan dikaitkan dengan HAM dan KBG, dalam konstitusi sudah jelas bagaimana perlindungan hak setiap WNI wajib tanpa ada kekerasan dan nondiskriminasi, hal tersebut tidak boleh dipangkas atas alasan apapun. Tiasri merasa senang dapat diundang sebagai narasumber pada kegiatan kali ini dan mengapresiasi para vlogger PMI yang telah mengambil peran sebagai penyedia informasi yang sebenarnya hal tersebut merupakan tanggung jawab dari Pemerintah.

Pemaparan kemudian dilanjutkan oleh Savitri Wisnuwardhani yang mengambil topik “Perspektif HAM dalam Pelindungan PMI.” Dalam memberikan perspektif, Savitri mengulik mengenai mengapa isu PMI perlu menjadi perhatian khusus? Hal tersebut salah satunya adalah karena posisi kerentanan PMI yang membutuhkan perlindungan, terutama perempuan PMI yang memiliki kerentanan ganda. Baik perempuan, PMI, ataupun perempuan PMI adalah kelompok rentan – kelompok yang kerap mengalami stigma, diskriminasi, dan kekerasan terstruktur. Banyak sekali kerentanan PMI yang dijabarkan oleh Savitri, mulai dari minimnya informasi yang diterima oleh PMI sejak pra-keberangkatan, pembebanan biaya terhadap PMI, pelecehan seksual, pendidikan dan pelatihan yang tidak sesuai dengan kebutuhan negara penempatan, hingga penanganan kasus yang belum berperspektif korban. Bahwa untuk meminimalisasi kerentanan PMI, Negara memiliki tiga kewajiban antara lain: menghormati HAM, melindungi HAM, dan memenuhi HAM. Tidak sampai di situ, Savitri memberikan banyak wawasan mengenai kondisi kebijakan di dalam negeri seperti penerbitan SOP BLK-LN dan P3MI dan pedoman gender dalam berbagai hal, mulai dari layanan informasi, pencatatan, hingga pengawasan.

Selanjutnya, pemaparan disampaikan oleh Iswanti Suparma dengan topik “Perspektif Gender dalam Pelindungan PMI.” Iswanti berbicara banyak mengenai responsif gender. Apa sebenarnya yang dimaksud dengan responsif gender? Responsif gender dapat dimaknai sebagai penerapan perspektif gender dalam asesmen, analisis, perumusan, implementasi hingga pemantauan dan pengawasan suatu kebijakan dan program dengan tujuan menghapus ketimpangan serta kekerasan berbasis gender. Perspektif responsif gender ini sangat diperlukan mengingat wajah migrasi ketenagakerjaan Indonesia yang berwajah perempuan. Jumlah PMI didominasi oleh perempuan yang kebanyakan bekerja di sektor domestik, sektor yang paling rentan terhadap pelanggaran hak. Uniknya, ternyata perspektif responsif gender yang sering luput memiliki nilai tambah, selain nilai tambah pemenuhan hak PMI, nilai tambah ekonomi turut menjadi kebaikan yang dapat diterima jika Negara menerapkan perspektif responsif gender dalam pelindungan PMI.

Setelah pemaparan dari tiga pembicara, sesi diskusi berlangsung dengan partisipasi aktif dan antusiasme para vlogger PMI dalam berpendapat dan menceritakan mengenai situasi kerentanan PMI di negara penempatan masing-masing selama masa adaptasi kebiasaan baru. Terdapat pola situasi kerentanan yang dialami oleh PMI di berbagai negara, antara lain minimnya informasi yang mereka terima hingga ketidaksesuaian antara pendidikan dan pelatihan yang didapat dengan kebutuhan negara penempatan. Selain itu, dalam konteks Malaysia, terdapat benturan kebijakan antara Pemerintah Indonesia dan Malaysia dalam penempatan PMI. Malaysia di satu sisi memberikan lampu hijau untuk menerima PMI, sedangkan Indonesia sedang memperketat keluarnya warga negara untuk ke luar negeri, mengingat pandemi Covid-19.  

Perspektif lain yang didapat selama diskusi adalah mengenai strategi komunikasi yang dilakukan para vlogger PMI sebagai influencer. Riki Sapari, pemilik akun youtube CERITA RIKI berpendapat bahwa merambah ke media sosial TikTok menjadi strategi komunikasi efektif yang ia lakukan dalam memberikan informasi kepada PMI. Selain PMI sudah melek TikTok, platform tersebut dinilai dapat memberikan informasi secara singkat, padat, sekaligus menghibur.    

    Dengan melibatkan vlogger PMI dalam kampanye migrasi yang adil dan aman dengan perspektif responsif gender, vlogger PMI diharapkan dapat berbagi pengalaman mengenai kondisi migrasi kerja dari perspektif vlogger, lebih memahami hak-hak PMI, kebijakan pelindungan PMI, migrasi yang aman dan adil dengan perspektif responsif gender, terutama pada masa adaptasi kebiasaan baru. JBM, ILO, dan Kemnaker RI berharap bahwa pertemuan dengan vlogger PMI kali ini bukanlah yang terakhir, namun yang pertama untuk kemudian dapat mengundang kembali para vlogger PMI dalam kegiatan-kegiatan lainnya guna mewujudkan migrasi yang adil dan aman.

Ulasan Audiensi JBM dengan Kementerian Sekretariat Negara

"Perkembangan Aturan Turunan UU PPMI; RPP ABK, Perpres Atase Ketenagakerjaan dan Permen LTSA”

Jaringan Buruh Migran (JBM) merupakan Koalisi 28 organisasi dari berbagai organisasi buruh dalam dan luar negeri serta organisasi pemerhati buruh migran. JBM lahir karena keprihatinan akan masih rendahnya perlindungan bagi buruh migran dari segi kebijakan. Dalam sejarahnya, JBM yang dulu bernama JARI PPTKILN semenjak tahun 2010 telah aktif melakukan pengawalan terhadap proses pembahasan revisi UU No 39/2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia.

Pada Jumat, 14 Januari 2022, pukul 10.00 WIB, perwakilan dari JBM yang terdiri dari Savitri Wisnuwardhani, Nuralia Rossy, Vebrina Monicha, Bobi Alwi dan Figo, telah melaksanakan audiensi dengan Kementerian Sekretariat Negara. Audiensi dilakukan guna mengetahui update perkembangan terkait aturan turunan UU PPMI, yakni Perpres Atase Ketenagakerjaan, RPP ABK dan Permen LTSA. Audiensi ini berlangsung selama 1 jam 30 menit. Audiensi ini disambut dan diterima dengan baik oleh Dyah Ariyati, Dede Martinelly bersama Tim dari Asisten Deputi Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Kementerian Sekretariat Negara.

Dyah Ariyati selaku Kepala Bidang Pariwisata, Kebudayaan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Manusia, Asisten Deputi Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Deputi Bidang Hukum dan Perundang-undangan menjabarkan update perkembangan aturan turunan UU PPMI yang mempunyai semangat terhadap perlindungan PMI. Aturan pertama yang diupdate ialah aturan mengenai perpres Atase Ketenagakerjaan. Atase Ketenagakerjaan memiliki peranan sangat besar dan penting dalam perlindungan PMI. Dalam pelaksanaannya, tidak bisa dipungkiri penegakan dalam perlindungan PMI di negara penempatan perlu dikawal, apakah  sesuai dengan yang diharapkan atau tidak sehingga dapat menjadi evaluasi. UU PPMI menyebutkan bahwa mengenai Atase Ketenagakerjaan harus diundangkan melalui Perpres, namun setelah bertemu dengan 10 Kementerian terkait, perpres Atase Ketenagakerjaan tidak akan jadi Perpres tersendiri. Perpres Atase Ketenagakerjaan akan digabungkan dan dimasukkan ke dalam Revisi Keppres 108 tentang organisasi perwakilan RI di luar negeri.

Selanjutnya Dyah juga turut menjabarkan bahwa untuk RPP ABK sudah berada ditahap finalisasi. Sebelumnya, RPP ABK ABK memiliki konsen dan perhatian di peraturan perizinan dan berbagai hal lainnya. Namun kini, RPP ABK secara konsep dan prinsip di antara Kementerian sudah bertemu, sudah dilakukan harmonisasi dan sinkronisasi, dan tidak ada yang saling bertentangan. Sedangkan untuk aturan turunan Permen LTSA masih perlu dikomunikasikan dengan Kemnaker mengenai hal-hal yang perlu diperhatikan sehingga kekosongan hukum yang terjadi dapat segera diatasi. Selain itu juga, sosialisasi secara lebih masif sangat diperlukan untuk menyebarkan peranan dan fungsi LTSA agar CPMI dapat dengan mandiri mengurus persyaratan dokumennya sendiri tanpa bantuan calo atau sponsor yang selama ini sering terjadi. Data yang disampaikan dan pengamatan yang disampaikan oleh perwakilan JBM menjadi masukan untuk Kemensekneg dalam memberikan input kepada instansi/ kementerian dalam menyusun kebijakan yang berhubungan dengan perlindungan PMI dan menjadi bahan untuk internal Sekneg dalam membuat peraturan-peraturan mengenai perlindungan PMI.

Dalam audiensi ini, Savitri Wisnuwardhani selaku SekNas JBM menyampaikan bahwa berdasarkan hasil penelitian JBM menunjukkan bahwa masih terdapat banyak PMI yang tidak mengetahui mengenai LTSA. Oleh karena PMI masih banyak yang tidak mengetahui LTSA, mengakibatkan PMI masih banyak yang menggunakan calo untuk mengurus dokumen. Pendirian LTSA sudah tersebar di berbagai daerah kantong PMI, namun wilayah/ lokasi keberadaan LTSA masih sulit untuk dijangkau oleh CPMI dan sosialisasi mengenai LTSA pun masih minim sehingga keberadaan calo masih mendominasi dalam pengurusan dokumen CPMI. Untuk itu, penting adanya kebijakan yang khusus untuk mengatur mekanisme dan prosedur dalam memberikan sosialisasi serta mekanisme layanan dengan menggunakan perspektif HAM dan gender dalam melakukan pelayanan di LTSA.

Savitri turut menegaskan urgensi perlindungan PMI yang bekerja di negara penempatan. Masih terdapat banyak kasus yang menimpa PMI selama bekerja di luar negeri, terutama di masa Pandemi Covid-19, beban kerja bertambah, gaji tidak dibayarkan, deportasi, dan masih banyak permasalahan lainnya. Berdasarkan diskusi-diskusi yang telah JBM lakukan bersama jaringan, dalam menangani kasus, Atase Ketenagakerjaan maupun Konsuler masih minim paradigma yang berperspektif korban atau Survivor-centered Approach. Sehingga bila ada permasalahan ketenagakerjaan yang terjadi, Atase ketenagakerjaan maupun Konsuler dapat lebih memahami, mengidentifikasi masalah dengan lebih ramah/ berpihak kepada kebutuhan korban. Selain itu, verifikasi kerja sangat penting untuk dilakukan agar pemberi kerja atau agensi yang bermasalah dapat dievaluasi sehingga dapat meminimalisir permasalahan selama PMI bekerja. Oleh karena itu, isu migrasi harus dilakukan secara multisektoral dan berkoordinasi secara intens.

Bobi Alwi dari DPN SBMI turut menjabarkan urgensi perlindungan terhadap ABK. RPP ABK belum disahkan, sedangkan kasus ABK sangat banyak terjadi dan terus melonjak. Berdasarkan indikator dari ILO, ABK seringkali mengalami kerja paksa. Permasalahan lain yang sering terjadi pada ABK di antaranya: 1.) mengalami penipuan, seperti penipuan akan gaji, 2.) akomodasi kehidupan sandang pangan yang tidak layak, 3.) penahanan akan dokumen dan bila hendak mendapatkannya kembali harus membayarkan sejumlah uang tebusan, 4.) banyak yang terdampar dan 5.) banyak yang meninggal dunia. Di lapangan, Disnakertrans masih kebingungan mengenai pengaturan yang ada karena aturan khusus yang mengatur mengenai ABK belum ada, sedangkan peraturan yang ada belum melindungi ABK. SBMI juga sudah mencatat perusahaan-perusahaan yang dari perizinannya masih berantakan dan bermasalah. Dari hasil audiensi SBMI dengan salah satu Disnakertrans di daerah, ternyata masih banyak kapal yang mendapatkan izin dari dinas perdagangan dan bukan dari Kementerian Perhubungan. Permasalahan yang terus terjadi pada ABK ini sudah seharusnya menjadi perhatian dan prioritas bersama. Pemerintah harus segera bergerak untuk mewujudkan perlindungan PMI di sector sea-based.


Di akhir sesi, Savitri Wisnu (SekNas JBM) menyerahkan beberapa buku kepada Setneg di antaranya rekomendasi JBM dalam bentuk isu krusial atase ketenagakerjaan dan LTSA. Bobby Alwy (SBMI) juga turut menyerahkan beberapa buku penelitian di antaranya: 1.) dampak pandemik terhadap buruh migran; 2.) situasi perbudakan ABK perikanan; 3.) catatan Akhir Tahun; 4.) penelitian tentang LTSA; dan 5.) rekomendasi tentang perpres Atase Ketenagakerjaan. 

 



 

Anggota Jaringan


SBMI, KSPI, KSBSI, Aspek Indonesia, FSPSI Reformasi, ASETUC, IMWU Belanda, Kotkiho, BMI SA, Serantau Malaysia, UNIMIG, HRWG, JALA PRR, LBH Jakarta, LBH Apik Jakarta, ADBMI Lombok, LBH FAS, Migrant Institute, PBHI Jakarta, Solidaritas Perempuan, INFEST Yogyakarta, TURC, Seruni Banyumas, JBM Jateng, PBH-BM, Migrant Aids, Institute Ecosoc

Contact Information


Telp / Fax : 021-8304153

jaringan@buruhmigran.or.id
jari.pptkiln@gmail.com

Alamat Sekretariat


d/a The Institute for Ecosoc Rights.
Jl. Tebet Timur Dalam VI C No. 17 Jakarta Selatan