Audiensi dengan Kementerian Luar Negeri
“Memastikan Negara Hadir Memberikan Perlindungan pada PMI”
Jaringan Buruh Migran (JBM) merupakan
Koalisi 28 organisasi dari berbagai organisasi buruh dalam dan luar negeri
serta organisasi pemerhati buruh migran. JBM lahir karena keprihatinan akan
masih rendahnya perlindungan bagi buruh migran dari segi kebijakan. Dalam
sejarahnya, JBM yang dulu bernama JARI PPTKILN semenjak tahun 2010 telah aktif
melakukan pengawalan terhadap proses pembahasan revisi UU No 39/2004 Tentang
Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia.
Pada Selasa, 01 Desember 2020,
pukul 09.30 WIB, JBM bersama dengan SBMI, KSBSI, LBHJ dan HRWG telah
melaksanakan audiensi dengan pihak pemerintahan, yaitu Kementerian Luar Negeri.
Audiensi ini dilakukan guna mengetahui update perkembangan untuk aturan turunan,
Perpres Atase Ketenagakerjaan dan penanganan kasus-kasus selama Pandemi
Covid-19. Audiensi ini berlangsung selama 2 jam 30 menit.
Dalam pemaparannya, Judha
menyampaikan masih terdapat masalah-masalah di antara Kementerian yang turut
menghambat pembahasan mengenai aturan turunan ini. Masalah-masalah tersebut
antara lain; pembagian kerja antara Kemenlu dengan Kemnaker yang masih
dibeda-bedakan, masih terdapatnya ego sektoral antar lembaga, hingga pada
perbedaan perspektif. Menurut Judha, ego sektoral antar lembaga inilah yang
kemudian seringkali terbawa oleh perwakilan Indonesia ke luar negeri. Mandat
yang diberikan oleh UU PPMI dengan jelas memandatkan untuk membahas tugas dan
kewenangan, bukan menonjolkan fungsi-fungsi dari perseorangan perwakilan.
Tugas
perlindungan menjadi tanggung jawab seluruh lembaga terkait, karena
perlindungan pada PMI bersifat multisektoral. RPP Perlindungan sendiri sudah
berada di tahap harmonisasi antar Kementerian, dan sudah diserahkan semuanya
pada Kemensekneg. Dalam hal ini, tidak ada kendala berarti yang disebabkan oleh
Pandemi Covid-19.
Untuk
menangani kasus selama Pandemi Covid-19, Kemenlu telah meluncurkan 2 aplikasi
yang bisa diakses oleh PMI. Untuk PMI yang akan menetap lebih dari 6 bulan,
dapat mengakses aplikasi Portal Peduli PMI, sedangkan untuk yang kurang dari 6
bulan, dapat mengakses aplikasi Safe Trafel. Selain itu, terdapat hotline yang
juga dapat diakses oleh PMI. Bila perwakilan menerima laporan sebuah kasus
di suatu kota, KJRI akan menelpon polisi setempat. Bila membahayakan nyawa,
maka akan dimintakan untuk diselamatkan.
Yatini
Sulistyowati selaku Ketua Departemen Buruh Migran KSBSI memaparkan kasus yang
sedang ditangani oleh KSBSI di daerah Asahan. Terdapat sekiranya 1.200 orang
pekerja harian lepas, baik yang
prosedural dan unprosedural, yang tertahan dan tidak dapat pulang
kembali melalui perbatasan. Dari 1.200 orang, sekiranya sebanyak 200 orang yang
sudah berhasil dipulangkan. Mereka yang sudah pulang kemudian menjadi pemantik
untuk keluarga menggelar demo di Disnaker terus-menerus untuk menuntut
kepulangan. Sedangkan Disnaker setempat mengatakan bahwa tidak memiliki dana yang
cukup untuk dapat memulangkan dan memberikan akomodasi kepada 1.200 orang.
Bobi
Anwar MA’Arif, Sekretaris Jenderal SBMI juga menjabarkan bahwa sebelum PMI dipulangkan, dalam prosesnya
seringkali malah ditempatkan di penjara yang mana kondisi penjara sangat
overcrowded, dan memiliki masalah budget problem hingga hygienitas. Kondisinya
sangat parah dan mengenaskan. Beberapa bulan lalu, Aljzeerah juga pernah
mengekspos shelternya Malaysia. Waktu itu yang melaporkan adalah orang
Bangladesh. Secara posisi sekarang, posisi orang Bangladesh berbahaya karena
membocorkan ke Aljazeerah. Penelitian Solidaritas Perempuan juga mengungkapkan
hal serupa, melalui koalisi Buruh Migran Berdaulat, beberapa kali merilis ke
media, apa yang diliput oleh Aljazeerah telah dikonfirmasi oleh mantan-mantan
buruh migran yang bekerja di Malaysia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar