By : Savitri Wisnuwardhani
Sebagai upaya advokasi terhadap kebijakan perlindungan bagi pekerja migran Indonesia, Jaringan Buruh Migran (JBM) yang merupakan koalisi dari 28 organisasi buruh migran, organisasi buruh dan organisasi pemerhati buruh migran baik didalam dan diluar negeri melakukan roadshow ke media. Media yang menerima JBM adalah Kompas. Delegasi anggota JBM yang terdiri dari Savitri W. (Sekre JBM), Citra (Staff JBM), Boby Alwy (SBMI), Oky Wiratama (LBH Jakarta), Yatini Sulistyowati (KSBSI), diterima oleh Redaksi Kompas pada tanggal 12 April 2018.
![]() |
Dokumentasi Roadshowmedia Kompas |
Dalam pertemuan tersebut, Savitri Wisnuwardhani (SekNas JBM) memperkenalkan Jaringan Buruh Migran sebagai Koalisi bersama yang telah bekerja selama 7 tahun semenjak 2010 untuk mengawal revisi UU 39/2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia hingga UU ini diganti dengan UU yang baru yakni UU No 18/2017. Savitri juga menerangkan bahwa trend kasus PMI condong tinggi. Meskipun data BNP2TKI menunjukkan penurunan kasus dari tahun 2016 ke tahun 2017, namun namun diperkirakan jumlah kasus yang dialami pekerja migran tetap tinggi karena tidak sedikit PMI yang tidak mau melaporkan kasusnya kepada pemerintah. BNP2TKI menyebutkan dalam laporan tahun 2017, terdapat tiga besar negara penyumbang kasus terbanyak. Malaysia, Arab Saudi dan Taiwan. Khusus Malaysia dan Taiwan terjadi peningkatan jumlah kasus yang dialami buruh migran sebanyak 242 kasus (Malaysia) dan 188 kasus( Taiwan).
Peningkatan kasus yang dialami PMI pada kasus pekerja migran yang tidak berdokumen (254 orang), kasus over charging (33 orang) dan kasus overstay (33 orang). Sedangkan data kasus yang masuk ke SBMI menunjukkan sepanjang tahun 2016-2017 terjadi peningkatan kasus pelanggaran kontraktual sebanyak 1501 kasus. Selain kasus kontraktual, tidak sedikit pekerja migran mengalami kasus penganiayaan, trafficking dan sakit. Selain data dari SBMI, data monitoring media yang dilakukan JBM juga menunjukkan selama tahun 2017 kasus terbanyak yang dialami pekerja migran adalah kasus pekerja migran tidak berdokumen (6.300 kasus), kasus perdagangan orang (1.083 orang) dan kasus pekerja migran yang meninggal dunia (217 orang). Data Kementerian Luar Negeri menyebutkan 188 kasus WNI yang terancam hukuman mati di seluruh negara. Selain data terancam hukuman mati, data kematian PMI yang jenazahnya dipulangkan ke Indonesia meningkat di tahun 2017 bila dibandingkan tahun 2016. Tahun 2016, jumlah PMI yang meninggal dan dipulangkan sebanyak 190 orang dan ditahun 2017 naik menjadi 217. Savitri berharap pengawasan dalam peraturan turunan dapat di detailkan untuk mengurangi permasalahan yang terjadi kepada PMI.
Bobby Alwy, SBMI berbagi cerita mengenai kasus kekerasan seksual yang banyak menimpa pekerja migran Indonesia. Meskipun kasus kekerasan seksual tidak sebanyak bila dibandingkan PMI yang mengalami kasus ketenagakerjaan seperti gaji tidak dibayar, PHK sepihak dll, namun dampak dari kekerasan seksual bagi PMI sangat luas hingga ke keluarga. Selain itu Boby Alwy juga menginformasikan pentingnya perlindungan bagi anak buah kapal terutama kapal ikan. Bila dilihat dari jumlah penempatan, terjadi peningkatan luar biasa penempatan ABK kapal ikan ditahun 2017 bila dibandingkan tahun 2016 sebanyak 2.127 orang. Permasalahan yang terjadi pada ABK kapal ikan lebih kepada, pertama, masalah pendidikan dan pelatihan yang mana jumlah tempat pendidikan dan pelatihannya terbatas dan tidak dapat memenuhi kebutuhan dari PMI yang ingin bekerja sebagai ABK kapal ikan. Masalah kedua pada sertifikasi pelatihan ABK yang dianggap sangat mahal hingga puluhan juta dan membebani calon ABK. Ketiga, permasalahan ABK ketika ditempat kerja juga menjadi masalah besar terutama pada hak untuk mendapatkan kerja layak. Jam kerja ABK kapal ikan tidak memiliki jam kerja teratur, sarana dan prasarana tidur dan MCK tidak memadai, tidak sedikit ABK yang gajinya dipotong secara tidak transparant oleh kapten kapal dan bahkan gaji ada yang tidak dibayar. Selain itu risiko kerja yang tinggi yang mana bila bertemu dengan perompak kapal, tidak sedikit nyawa menjadi taruhannya. Boby juga berharap, nantinya di peraturan turunan, dapat memberikan perlindungan bagi ABK kapal ikan. Selain itu juga terbangun sistem informasi dan pendataan mulai dari tingkat desa hingga di luar negeri untuk meminimalisir permasalahan yang terjadi bagi PMI.
Terkait dengan bantuan hukum dan penanganan kasus terutama kasus yang menimpa PMI, Okky Wiratama (LBH Jakarta) mengungkapkan masih sulit dan terbatasnya penanganan kasus trafficking yang menimpa korban PMI terutama bila pelaku adalah perusahaan bila dibandingkan bila pelaku adalah individu. Bila individu maka lebih mudah ditangkap. Bila subjeknya adalah perusahaan, sanksinya administrasi. Selain itu bab bantuan hukum dalam UU PPMI tidak ada, meskipun telah ada kata-kata “mendapat kepastian hukum” tetapi tidak dijelaskan secara detail mengenai mekanisme pemberian bantuan hukumnya seperti apa. Oleh karenanya diharapkan di peraturan turunan dapat menjelaskan secara detail mengenai mekanisme pemberian bantuan hukum ditingkat daerah dan pusat.
Terakhir, Yatini Sulistyowati (KSBSI) menceritakan mengenai masih minimnya perlindungan sosial bagi PMI. Meskipun badan penyelenggara perlindungan sosial melalui asuransi telah berpindah dari yang awalnya dilakukan oleh swasta menjadi BPJS namun coverege bagi PMI masih sangat terbatas yakni hanya 6 perlindungan yang dicover oleh BPJS Ketenagakerjaan. Sedangkan dulunya PMI mendapatkan 13 perlindungan melalui konsorsium asuransi TKI. Masalah lain dari pemberlakukan jaminan sosial oleh BPJS ketenagakerjaan, masalah yang sangat rentan menimpa PMI seperti gagal berangkat, gaji tidak dibayar, PHK sepihak, mendapatkan kekerasan dan pelecehan seksual, dengan BPJS tidak dapat dicover. Meskipun ada lampu hijau dari UU PPMI, BPJS dapat bekerjasama dengan lembaga milik pemerintah dan swasta untuk menyelenggarakan jaminan perlindungan diluar diluar jaminan sosial yang ada. Yang menjadi permasalahan adalah, mandat dari BPJS berdasarkan UU No 40/2011 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) tidak menyebutkan mandat lainnya sehingga apakah UU SJSN ini perlu di revisi ataukah cukup dengan peraturan presiden atau peraturan pemerintah untuk menambah jumlah perlindungan bagi PMI. Menurut informasi, Kemnaker sedang melakukan perubahan/revisi terkait Permen BPJS bagi TKI, namun sampai sejauh apa perkembangannya dan apakah juga peran serta masyarakat.
Jaringan Buruh Migran berharap dengan adanya media visit ke Kompas, diharapkan Kompas turut mengawal pembahasan peraturan turunan UU PPMI dan tetap terus menyuarakan permasalahan PMI agar kebijakan yang lahir nantinya dapat memberikan perlindungan yang sejati bagi PMI.
Kunjungan media visit ke redaksi Kompas diakhiri dengan foto bersama dan JBM juga memberikan cenderamata hasil kerja JBM berupa infografis dan policy brief.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar