Kurang dari
satu bulan, telah ada dua kasus pekerja migran tragis yang mengalami kondisi
kerja layak mulai dari gaji tidak dibayar dan hingga meninggal dunia di
Malaysia. Adelina, pekerja migran Indonesia dari NTT yang meninggal dunia
karena tidak diberi makan oleh majikan, tidur dengan seekor anjing dan
mengalami penyiksaan fisik dan non fisik oleh majikan di Malaysia. Tidak lama
setelah kasus Adelina mencuat di media, lagi-lagi pekerja migran Indonesia asal
NTT mengalami kasus yang tidak kalah seriusnya yakni gajinya tidak dibayar
selama 7 tahun. Malaysia satu dari negara tujuan pekerja migran, kerap kali
menjadi penyumbang kasus terbanyak bagi pekerja migran selain Arab Saudi. Data
BNP2TKI memperlihatkan terjadi peningkatan kasus yang dialami pekerja migran di
Malaysia bila dibandingkan antara tahun 2016 dengan 2017.
Data lainnya
menunjukkan meskipun kasus pekerja migran mengalami penurunan dari 2016 ke
2017, namun jumlah kasus yang dialami pekerja migran tetap tinggi. Terlebih data BNP2TKI menunjukan terjadi
peningkatan kasus pekerja migran yang tidak berdokumen (254 orang), kasus over
charging (33 orang) dan kasus overstay (33 orang). Sedangkan data kasus yang masuk ke SBMI
menunjukkan sepanjang tahun 2016-2017 terjadi peningkatan kasus pelanggaran kontraktual
sebanyak 1501 kasus. Selain kasus kontraktual, tidak sedikit pekerja migran
mengalami kasus penganiayaan, trafficking dan sakit. Selain data dari SBMI,
data monitoring media yang dilakukan JBM juga menunjukkan selama tahun 2017
kasus terbanyak yang dialami pekerja migran adalah kasus pekerja migran tidak
berdokumen (6.300 kasus), kasus perdagangan orang (1.083 orang) dan kasus
pekerja migran yang meninggal dunia (217 orang)
![]() |
Konpres JBM 25/02/18 _ LBH Jakarta |
Masih belum
menurunnya seluruh kasus pekerja migran secara significant karena kebijakan
tata kelola perlindungan pekerja migran belum benar-benar terimplementasi dan
monitoring pengawasannya masih lemah untuk memastikan pekerja migran tidak
berada dalam situasi kerja paksa. Meskipun UU Pelindungan Pekerja Migran
Indonesia (PPMI) telah disahkan pada
tanggal 22 November 2017 dan isinya telah memasukkan Konvensi Perlindungan
Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya tahun 1990 yang telah diratifikasi oleh
Pemerintah Indonesia melalui Undang-Undang No.6/2012 dalam konsiderannya, namun
masih ada terdapat kelemahan dari UU PPMI terutama memposisikan pekerja migran
bukan sebagai subjek tetapi sebagai objek. Hal ini terlihat dari Pekerja Migran
dalam hal ini Pekerja Rumah Tangga (PRT) masih diharuskan mendaftar bekerja ke
luar negeri melalui perusahaan swasta atau Perusahaan Penempatan Pekerja Migran
Indonesia (PPPMI). Tak hanya itu, di dalam RUU masih minim ruang keterlibatan
Pekerja Migran untuk dijamin.
Oleh
karenanya Jaringan Buruh Migran yang merupakan koalisi 27 organisasi baik yang
berada di dalam dan diluar negeri dan telah mengawal kebijakan untuk
perlindungan pekerja migran sejak tahun 2010, menyuarakan agar pemerintah
segera membuat peraturan turunan UU PPMI. Meskipun UU PPMI telah disahkan namun
belum dapat terimplementasikan seluruhnya karena masih menggunakan peraturan
turunan UU 39/2004 selama masa transisi pembuatan peraturan turunan UU PPMI
selama 2 tahun. JBM menyatakan pentingnya penguatan kebijakan baik di tingkat
nasional melalui pembuatan peraturan turunan UU PPMI dan kebijakan ditingkat
regional ASEAN.
Savitri Wisnuwardhani, SekNas JBM menyatakan bahwa kelemahan UU PPMI harus
dapat diperbaiki dalam peraturan turunan. Dalam UU PPMI telah disebutkan
mengenai perbaikan tata kelola migrasi. Kedepan layanan migrasi tidak lagi
sentralistik tetapi desentralistik hingga peran pemerintah desa juga berperan
dlm memberikan pelayanan u memastikan terciptanya migrasi aman. Oleh karenanya
dalam peraturan turunan UU PPMI hrs menjelaskan secara detail mengenai
mekanisms layanan yg dilakukan oleh pemerintah pusat, daerah hingga desa dan
layanan ini harus terintegrasi, bebas pungli, menjamin adanya transparansi
layanan dan memastikan terciptanya migrasi yang aman bagi pekerja migran
sehingga pekerja migran tidak lagi berada dalam kondisi trafficking baik di
Indonesia maupun di negara tujuan bekerja.
Selain
peraturan turunan untuk memastikan terciptanya layanan perlindungan bagi
pekerja migran, Risca Dwi, Solidaritas
Perempuan menekankan penting juga memastikan dalam peraturan turunan UU
PPMI, pekerja migran mendapatkan situasi
kerja yang layak seperti upah layak dan kondisi kerja yang layak. Selain itu
pengawasan terhadap situasi kerja juga harus dilakukan terutama diluar negeri
untuk memastikan pekerja migran berada dalam situasi kerja layak yang bebas
diskriminasi.
Agar kasus
kontraktual/pelanggaran terhadap kontrak kerja minim terjadi, Bobi Alwy, SBMI menegaskan dalam
peraturan turunan harus memastikan bahwa perjanjian kerja harus berlaku di dua
negara. Dari pengalaman SBMI menangani kasus, kerap kali perjanjian kerja di
negara asal tidak berlaku. Yang berlaku di negara tujuan yang lebih merugikan
pekerja migran karena pekerja migran tidak memahami bahasanya. Selain itu
perjanjian kontraktual harus dilakukan dengan dua bahasa dan penting disebutkan
mekanisme penyelesaian sengketa melalui MoU antar negara.
Salah satu
komponen perlindungan yang harus diberikan negara adalah menjamin pekerja
migran Indonesia untuk mendapatkan hak atas keadilan. Oky Wiratama, LBH Jakarta
menilai bahwa hingga sekarang ini hak pekerja migran Indonesia atas keadilan
masih sangat terbatas. Meskipun pemerintah telah membuat layanan pengaduan
namun layanan ini masih sentralistik penanganannya, misalnya di Jakarta atau di
tingkat Provinsi. Selain itu antar instansi yang menyediakan layanan bantuan
hukum tidak terintegrasi satu sama lain sehingga pekerja migran harus
mendatangi masing-masing instansi pemerintah dan belum ada mekanisme
perkembangan kasus secara online. Diharapkan dalam peraturan turunan, terdapat
mekanisme bantuan hukum dan penyelesaian sengketa yang cepat dan berbiaya
ringan bagi pekerja migran Indonesia.
Dalam UU
PPMI, telah disebutkan mengenai peralihan dari asuransi swasta kepada BPJS,
namun dalam UU PPMI belum secara eksplisit dijelaskan apa saja coverage yang
didapat oleh pekerja migran. Yatini
Sulistyowati, KSBSI mengingatkan bahwa permasalahan terbesar yang dialami
oleh pekerja migran adalah permasalahan kontraktual terutama gaji tidak dibayar
dan PHK sepihak. Diharapkan dalam peraturan turunan UU PPMI coverage
perlindungan PMI bertambah dari yang hanya 6 resiko menjadi 13 resiko karena
justru resiko ini banyak dialami pekerja migran Indonesia. selain itu
pemerintah wajib membuat mekanisme layanan jaminan sosial di negara tujuan
sesuai seperti yang tertuang dalam pasal 34 huruf f UU PPMI untuk meminimalisir
jatuhnya korban baru di negara tujuan.
Terakhir,
menyikapi telah disahkannya Konsensus ASEAN bagi perlindungan perlindungan
pekerja migran yang mana proses negosiasianya telah 10 tahun, yakni tepatnya
pada 14 November 2017. Wike Devi, Human
Right Working Group (HRWG) menilai Konsensus ASEAN masih memiliki sejumlah
kelemahan dan perlu diperkuat dalam hal implementasinya. Diantara kekurangan
tersebut adalah tidak diikutsertakannya pekerja migran dalam proses pembahasan
instrumen dan penyelesaian masalah pekerja migran pada kebijakan dan peraturan
negara setempat. Namun demikian kedepan, HRWG dan JBM akan terus mendorong
pemerintah Indonesia dan ACMW untuk membuat rencana aksi regional yang berdasar
pada standar hukum internasional, Konvensi-konvensi ILO, dan sejumlah komitmen
regional lainnya untuk perlindungan pekerja migran ASEAN yang efektif dan lebih
baik.
Jakarta, 25
Februari 2017
JARINGAN
BURUH MIGRAN (JBM)
SBMI, KSPI, KSBSI, KSPSI, Aspek Indonesia,
FSPSI Reformasi, ASETUC, IMWU Belanda, KOTKIHO,
BMI SA, Serantau Malaysia, UNIMIG, HRWG, JALA PRT, LBH Jakarta, LBH Apik
Jakarta, ADBMI Lombok, LBH FAS, Migrant Institute, PBHI Jakarta, Solidaritas
Perempuan, INFEST Yogyakarta, TURC, Seruni Banyumas, PBH-BM, Migrant Aid,
Institute for Ecosoc Rights
Narahubung :
Savitri Wisnuwardhani : 082124714978
Boby Alwy :
085283006797
Oky Wiratama
: 081265410330
Wike :
081298163375
Risca Dwi :
081219436262
Yatini :
085312303209
Tidak ada komentar:
Posting Komentar