Laman

Translate

Pekerja Rumah Tangga: Bukan Anak Bangsa Pengemis di Negara Orang!

Pernyataan sikap JBM

Selang sehari setelah kasus tenggelamnya kapal yang mengangkut buruh migran lewat jalur irregular yang menewaskan setidaknya sembilan orang buruh migran -6 diantaranya perempuan, Fachri Hamzah, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah membuat cuitan di twitter pribadinya yang berbunyi, “Anak bangsa mengemis menjadi babu di negeri orang dan pekerja asing merajalela.”

Pernyataan Fahri Hamzah ini, menjadi salah satu cerminan bagaimana para pembuat UU di negara ini memandang pekerja migran, terutama pekerja rumah tangga, yang saat ini mendominasi komposisi pekerja migran di luar negeri: pandangan yang penuh prasangka, dan memandang pekerjaan rumah tangga sebagai pekerjaan yang hina. Lebih lagi, menganggap para pekerja rumah tangga migran yang bekerja sepanjang hari ini hanya mengharap belas kasihan semata, dan bukan bahwa mereka berhak diperlakukan dan mendapatkan hak seperti pekerja.


Lebih jauh lagi, pernyataan semacam ini juga mencerminkan pandangan yang menganggap pekerjaan rumah tangga tidak lebih mulia daripada pekerjaan “berketerampilan tinggi”. Dengan kata lain, menyatakan pekerjaan yang dilakukan sebagian besar ibu rumah tangga dan perempuan di Indonesia ini juga tidak setara dengan pekerjaan “berketerampilan tinggi”

Hadirnya pekerja rumah tangga, adalah konsekwensi yang tidak terhindarkan dari globalisasi. Di Singapura, Hong Kong, bahkan juga di Jakarta, pekerja rumah tangga menjadi sebuah kebutuhan, ketika perempuan harus bekerja di ruang publik, sementara tanggung jawab domestik, dengan perspektif partriarkis yang lazim ditemui, tetap menjadi tanggung jawab perempuan. Padahal, dengan tekanan ekonomi yang luar biasa, perempuan bekerja adalah kebutuhan dan bukan sekedar ekspresi aktualisasi diri. Pengalihan pekerjaan domestik ini diperburuk ketika negara memilih untuk memandang kerja reproduksi –seperti pekerjaan rumah tangga sebagai urusan privat dan bukan urusan publik.

Harus diakui, pekerja rumah tangga migran Indonesia, rentan eksploitasi. Dan pandangan penuh prasangka dari anggota DPR ini mencerminkan minimnya keberpihakan dari para pembuat UU untuk mendorong perlindungan yang lebih signifikan terhadap pekerja Indonesia di LN.

Sudah saatnya negara melakukan tindakan untuk melindungi pekerja migran Indonesia di luar negeri, yang sudah menyumbang remitansi senilai lebih dari 62 T di tahun 2016.

Ketimbang mengeluarkan pernyataan tidak produktif, sudah saatnya DPR sebagai pengambil kebijakan harusnya menjadi motor yang mendorong adanya, Pertama, percepatan revisi UU 39 yang sudah dibahas sejak tahun 2010 dan tidak kunjung disahkan. Kedua, memastikan perlindungan kepada pekerja rumah tangga dengan mendorong adanya payung hukum perlindungan pekerja rumah tangga di nasional, termasuk mendorong pemerintah untuk mengesahan Konvensi ILO 189 tentang Kerja Layak Bagi Pekerja Rumah Tangga. Payung hukum ini menjadi dasar negosiasi pemerintah Indonesia bagi perlindungan minimum pekerja rumah tangga migran di luar negeri. Ketiga, dihentikannya paradigm komodifikasi pekerja migran dan diskriminasi pekerja migran seperti yang tercermin dalam, Roadmap Zero Domestic Workers 2017 yang ditindaklanjuti dengan Kepmen 260 tahun 2015 tentang Penghentian dan Pelarangan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia pada Pengguna Perseorangan di Negara-negara Kawasan Timur Tengah. Dalam situasi pemiskinan dan perampasan sumber-sumber kehidupan masyarakat, kebijakan ini justru semakin memperkuat ketidakadilan dan penindasan yang berujung pada pemiskinan perempuan.

Menyikapi situasi diatas kami dari Jaringan Buruh Migran yang beranggotakan 28 anggota yang ada didalam dan diluar negeri menyatakan :

1.    Meminta Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) untuk memeriksa Fakri Hamzah terkait pelanggaran kode etik pasal 9 ayat 2 Peraturan DPR No 1 tahun 2015 tentang Kode Etik. Dalam pasal tersebut dikatakan “ Anggota dalam melaksanakan fungsi, tugas dan wewenangnya tidak diperkenankan berprasangka buruk atau bias terhadap seseorang atau suatu kelompok atas dasar alasan yang tidak relevan baik dengan perkataan maupun tindakannya”.

2.    Meminta pemerintah dan DPR untuk :
a.    Serius dalam membahas isi revisi UU 39/2004 di tahun 2017 sesuai dengan prinsip perlindungan secara menyeluruh  berdasarkan  Konvensi PBB 1990 dan CEDAW.
b.    Memasukkan RUU Perlindungan Pekerja Indonesia (RUU PPRT) kedalam Prolegnas Prioritas agar RUU tersebut dapat segera dibahas dan disahkan sebagai bentuk pengakuan terhadap pekerjaan rumah tangga (PRT)

3.    Meminta Pemerintah dalam hal ini Kemenaker untuk:
a.    Segera meratifikasi Konvensi ILO 189 tentang Kerja Layak bagi PRT dan meratifikasi Konvensi ILO No 188 tentang Pekerjaan dalam Penangkapan Ikan
b.    Mengevaluasi kembali kebijakan Roadmap Zero Domestic Workers 2017 serta Kepmen 260 tahun 2015 tentang Penghentian dan Pelarangan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia pada Pengguna Perseorangan di Negara-negara Kawasan Timur Tengah yang semakin Memperkuat Pemiskinan Perempuan  dan memperbesar peluang terjadinya trafficking

Jakarta, 26 Januari 2016
JARINGAN BURUH MIGRAN (JBM)

SBMI, KSPI, KSBSI, KSPSI, Aspek Indonesia, FSPSI Reformasi, ASETUC, IMWU Belanda, KOTKIHO,  BMI SA, Serantau Malaysia, UNIMIG, HRWG, JALA PRT, LBH Jakarta, LBH Apik Jakarta, ADBMI Lombok, LBH FAS, Migrant Institute, PBHI Jakarta, Solidaritas Perempuan, INFEST Yogyakarta, TURC, Seruni Banyumas, PBH-BM, Migrant Aids Indonesia, Institute for Ecosoc Rights, JBM Jawa Tengah

Narahubung:
Savitri Wisnu : 0821-2471-4978  /  Riska : 0812-1943-6262

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Anggota Jaringan


SBMI, KSPI, KSBSI, Aspek Indonesia, FSPSI Reformasi, ASETUC, IMWU Belanda, Kotkiho, BMI SA, Serantau Malaysia, UNIMIG, HRWG, JALA PRR, LBH Jakarta, LBH Apik Jakarta, ADBMI Lombok, LBH FAS, Migrant Institute, PBHI Jakarta, Solidaritas Perempuan, INFEST Yogyakarta, TURC, Seruni Banyumas, JBM Jateng, PBH-BM, Migrant Aids, Institute Ecosoc

Contact Information


Telp / Fax : 021-8304153

jaringan@buruhmigran.or.id
jari.pptkiln@gmail.com

Alamat Sekretariat


d/a The Institute for Ecosoc Rights.
Jl. Tebet Timur Dalam VI C No. 17 Jakarta Selatan