Laman

Translate

Status ABK dalam UU No.39 Tahun 2004

Rilis Diskusi Tematik Jaringan Buruh Migran
“Pendalaman Status ABK dalam UU No.39 Tahun 2004”
2 Oktober 2015

Diskusi rutin yang diadakan oleh Jaringan Buruh Migran (JBM) kali ini memperdalam mengenai status Anak Buah Kapal (ABK) migran sesuai dengan UU No.39 Tahun 2004. Menurut penelusuran yang dilakukan oleh JBM, terjadi kekosongan peraturan setingkat peraturan menteri yang seharusnya mendefinisikan mengenai status anak buah kapal migran. Permasalahan mendasar yang menjadi latar belakang penentuan topik diskusi tematik ini dikarenakan terjadinya munculnya aturan ganda oleh BNP2TKI dan Peraturan Menteri Perhubungan. Masih belum terlaksananya praktik penempatan dan perlindungan terhadap ABK Migran yang optimal juga menjadi stimulus hadirnya diskusi tematik kali ini.

Narasumber utama diskusi kali ini yakni Adi mewakili Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jayakarta. Diskusi diadakan pada tanggal 2 Oktober 2015, bertempat di Sekretariat DPW SBMI. Peserta diskusi yang hadir antara lain beberapa perwakilan dari masing-masing elemen LBH Jayakarta, JBM, SBMI dan FSPILN. Menurut Adi dari LBH Jayakarta, permasalahan perlindungan ABK masih belum memiliki payung hukum tersendiri. Status hukum ABK pun masih belum jelas, sehingga selama ini lebih sering mengacu pada UU No.21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Pada praktinya untuk dapat menjadi ABK, tidak ada seleksi yang ketat sama sekali. Dokumen yang dibutuhkan untuk dapat menjadi ABK pun hanya KK dan KTP.

Menurut temuan Adi, setelah nanti ABK lulus penerimaan, maka perusahaan perekrutan akan mempertanyakan berkas-berkas kelengkapan lain seperti SKCK, ijazah, akte dan surat izin keluarga. Kemudian ketidaklengkapan berkas tersebut dapat dikompromikan dengan menambahkan biaya administratif sebesar Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) setiap pelengkapan dokumen. Tidak adanya aturan yang memberikan standar mengenai perekrutan ABK ini memberi kerentanan bagi acuan perlindungan ABK.

Permasalahan yang dialami oleh ABK memang rumit, meski demikian diskusi berkembang hingga ke tahapan advokasi teknis terhadap permasalahan yang dialami oleh ABK migran. Menurut Imam Safii dari Forum Solidaritas Pekerja Indonesia di Luar Negeri (FSPILN), advokasi yang dilakukan oleh aktivis buruh migran sebetulnya dapat berperan efektif. Imam Safii merincikan bahwa menurut konvensi ILO no.185, ABK termasuk dalam kelompok buruh migran. Langkah advokasi yang menjadi pengalaman FSPILN selalu berhasil hingga tahap mediasi. Kelemahan dalam tahap mediasi ini yakni kerumitan dalam meminta keberlanjutan advokasi dari BNP2TKI. Seringkali BNP2TKI tidak merekomendasikan mediasi yang tidak berjalan lancar pada tahap yang lebih tinggi. Permasalahan yang dialami ABK menurut FSPILN lebih sering yakni gaji yang tidak sesuai dengan perjanjian awal. Apabila masuk dalam perkara hukum, maka ABK diposisikan sebagai korban perdagangan manusia (human traficking). Lingkup aturan yang menjadi perkara antara lain UU No.21 Tahun 2007 tentang TPPO.

Savitri dari JBM berpendapat bahwa meskipun telah ada aturan dari BNP2TKI dan Menteri Perhubungan, ABK masih membutuhkan aturan yang lebih spesifik mengenai penempatan dan perlindungan ABK. Perlunya lingkup advokasi yang jelas agar ABK yang ditempatkan di kapal berbendera asing sekalipun dapat tetap diawasi kesejahteraan dan keamanannya. Kekosongan peran BNP2TKI disebabkan tidak adanya aturan setingkat menteri perlu menjadi evaluasi agar ke depannya ada pelayanan satu atap untuk kanal aduan dan advokasi masalah buruh migran, terutama ABK. Savitri juga menekankan perlunya kehadiran pemerintah sebagai pendamping ABK dalam proses pelengkapan berkas dan pendandatanganan kontrak kerja dan kontrak penempatan**

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Anggota Jaringan


SBMI, KSPI, KSBSI, Aspek Indonesia, FSPSI Reformasi, ASETUC, IMWU Belanda, Kotkiho, BMI SA, Serantau Malaysia, UNIMIG, HRWG, JALA PRR, LBH Jakarta, LBH Apik Jakarta, ADBMI Lombok, LBH FAS, Migrant Institute, PBHI Jakarta, Solidaritas Perempuan, INFEST Yogyakarta, TURC, Seruni Banyumas, JBM Jateng, PBH-BM, Migrant Aids, Institute Ecosoc

Contact Information


Telp / Fax : 021-8304153

jaringan@buruhmigran.or.id
jari.pptkiln@gmail.com

Alamat Sekretariat


d/a The Institute for Ecosoc Rights.
Jl. Tebet Timur Dalam VI C No. 17 Jakarta Selatan