
Jaringan Buruh Migran (JBM) adalah koalisi 27 organisasi yang terdiri dari serikat buruh migran yang ada di dalam dan di luar negeri, serikat buruh lokal, organsiasi yang peduli terhadap hak-hak buruh migran. JBM ini sudah ada semenjak 2010 dengan nama JARI PPTKILN. Di tahun 2015, JBM memperluaskan gerakan dengan tidak hanya fokus pada pengawalan revisi UU 39/2004 tetapi juga pada penanganan kasus dan perlindungan buruh migran di tingkat ASEAN.
Laman
Translate
Struktur Pembiayaan Buruh Migran Indonesia
10 September 2015
Selama ini terjadi praktik percaloan dan ketidakmenentuan biaya dalam perekrutan buruh migran Indonesia yang akan bekerja ke luar negeri. Tidak hanya dalam perekrutan, seringkali gaji yang diterima oleh buruh migran tidak seberapa dibanding biaya pemulangan yang diperlukan. Struktur pembiayaan (cost structure) bagi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ini sampai saat ini terus dicarikan formulanya agar biaya yang tinggi tersebut dapat diminimalisir dan berpihak pada buruh migran. Melihat permasalahan tersebut, LBH Jakarta dan Institute Ecosoc sebagai bagian dari Jaringan Buruh Migran (JBM) menyelenggarakan diskusi tematik bertajuk “Merumuskan Masalah dan Solusi Pembiayaan yang Adil dan Melindungi Bagi Buruh Migran”. Ada dua narasumber yang diundang dalam diskusi tematik kali ini, yakni Agusdin Subiantoro selaku Deputi Penempatan BNP2TKI dan Eko Prasetyohadi selaku Direktur Institute for Ecosoc Rights. Diskusi dilaksanakan pada tanggal 10 September 2015 di LBH Jakarta.
Agusdin Subiantoro menjelaskan bahwa struktur pembiayaan merupakan rincian perencanaan biaya yang akan dibebankan kepada Tenaga Kerja Indonesia (TKI) sesuai dengan kesepakatan negara penempatan. Selama ini ada 4 item biaya yang dibebankan kepada TKI dalam struktur pembiayaan yang dimaksud, antara lain: dokumen jati diri, pelatihan, kesehatan dan biaya kehidupan. Terdapat perbedaan struktur pembiayaan di masing-masing negara tergantung pada kesepatan yang dibuat pemerintah antar negara. Agusdin menyoroti peran pemerintah Indonesia dalam melaksanakan kesepatan dengan negara-negara penempatan untuk meringankan struktur pembiayaan yang dibebankan kepada TKI. Ada beberapa saran utama yang menjadi perhatian Agusdin, yakni: review terhadap kesepakatan antar negara untuk dapat melaksanakan kebijakan zero cost bagi TKI, kemudian penumpasan calo atau perantara yang sering diidentikkan dengan biaya sponsor. Selanjutnya perlu adanya pencerdasan mengenai hak dan kewajiban buruh migran. Untuk poin ini Agusdin mencontohkan persaingan edukasi yang terjadi dengan Filipina dimana buruh migran Filipina rata-rata lulusan diploma. Terakhir Agusdin menyarankan untuk membuat cost structure bayangan sesuai dengan UU dan zero cost yang dapat diterapkan.
Berbeda halnya dengan Agusdin, Prasetyohadi selaku Direktur Institute for Ecosoc Rights melihat masalah mendasarnya bukanlah pada struktur pembiayaan. Prasetyo merincikan permasalahan yang seharusnya menjadi topik diskusi yakni dana operasional lembaga, administrasi perlindungan, pencegahan dan penempatan yang mendukung pengiriman kerja. Prasetyo melihat bahwa semenjak di desa perlu ada pencegahan yang sistematis justru agar tidak terjadi migrasi buruh migran semenjak dari desa.
Diskusi berjalan dengan sangat interaktif antar sesama peserta. Peserta diskusi sepakat bahwa struktur pembiayaan yang dibebankan kepada TKI memang harus seminim mungkin, terlebih kalau zero cost dapat diterapkan, tentu lebih baik lagi. Selain itu pula praktik percaloan yang seringkali menyebabkan struktur pembiayaan menjadi tak terduga juga harus dapat diatasi bersama. Masih ada perdebatan mengenai menggratiskan beban pembiayaan bagi TKI, sebab sebagian peserta diskusi memandang yang terpenting bukan menggratiskan pembiayaan, namun mencegah TKI ke luar negeri dan mengoptimalkan aktivitas ekonomi di dalam negeri. Sebagai penutup Agusdin mengajukan penawaran untuk dapat lebih terperinci menjelaskan mengenai struktur pembiayaan. Selanjutnya forum merencanakan untuk dapat melaksanakan audiensi dengan Bappenas. (mm)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar