ULASAN VIRTUAL KICK OFF
23
FEBRUARI 2022
Program Safe and Fair: Realizing Women Migrant Workers’
Rights and Opportunities in the ASEAN Region, merupakan
bagian dari Spotlight Global Initiative Uni Eropa dan Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menghapuskan kekerasan terhadap perempuan dan anak
perempuan yang diimplementasikan oleh International Labour Organisation
(ILO) dan UN Women, bekerja sama dengan UNODC. Program ini bertujuan untuk
memastikan migrasi tenaga kerja yang aman dan adil bagi semua perempuan di
kawasan ASEAN.
Rabu, 23 Februari 2022, Jaringan
Buruh Migran (JBM) bekerja sama dengan ILO dan Kementerian Ketenagakerjaan RI
(Kemnaker RI) menyelenggarakan “Virtual Kick Off Rangkaian Penguatan
Kapasitas bagi Penyedia Layanan dalam Penyelenggaraan
Layanan dan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia yang Responsif Gender pada Masa Adaptasi
Kebiasaan Baru.” Acara yang berlangsung pada pukul 09.30-14.00 WIB
tersebut dihadiri oleh 283 partisipan yang berasal dari Tripartit
Plus, di antaranya adalah (i) Eva Trisiana, Sesditjen Binapenta & PKK
Kemnaker RI yang mewakili Drs. Suhartono, M.M., Dirjen Binapenta & PKK
Kemnaker RI; (ii) Rendra Setiawan, Direktur Bina Penempatan dan Pelindungan PMI
(P2PMI) Kemnaker RI beserta jajaran; (iii) Yusuf Setiawan, Koordinator
Pembinaan Penempatan Kemnaker RI beserta jajaran; (iv) Michiko Miyamoto,
Direktur ILO Indonesia – Timor Leste; (v) Sinthia Harkrisnowo, National Project
Coordinator ILO; (vi) Savitri Wisnuwardhani, SekNas JBM; (vii) Iswanti Suparma,
Tim Peneliti JBM; (viii) Prasetyohadi, Tim Peneliti JBM; (ix) Perwakilan Kantor
Staf Presiden, Kementerian, dan BP2MI; (x) Koordinator LTSA; (xi) Ketua
Asosiasi P3MI; (xii) Ketua Asosiasi dan Penanggung Jawab BLK-LN; (xiii) Dinas
Tenaga Kerja Provinsi/Kabupaten/Kota; (xiv) serikat pekerja migran dan
organisasi masyarakat sipil di dalam dan luar negeri; (xv) organisasi internasional;
hingga (xvi) vlogger PMI.
Acara ini memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Mendiseminasikan
pemahaman mengenai Panduan Teknis Penyelenggaraan Layanan dan Pelindungan PMI
yang Responsif Gender (Implementasi UU No. 18 Tahun 2017).
2. Meningkatkan
pemahaman terkait stiuasi Pekerja Migran Indonesia dan kebutuhan atas operasionalisasi Panduan
Teknis Penyelenggaraan Layanan dan Pelindungan PMI yang Responsif Gender
(Implementasi UU No. 18 Tahun 2017).
3. Meningkatan
pemahaman terkait tantangan dan pembelajaran dari implementasi SOP
BLK-LN/LPK-LN dan P3MI untuk Penyelenggaraan Layanan dan Pelindungan PMI pada
Masa Adaptasi Kebiasaan Baru.
4. Mendapatkan
rekomendasi untuk memperkuat kualitas dan implementasi Panduan Teknis
Penyelenggaraan Layanan dan Pelindungan PMI yang Responsif Gender (Implementasi
UU No. 18 Tahun 2017) dan SOP BLK-LN/LPK-LN dan P3MI untuk Penyelenggaraan
Layanan dan Pelindungan PMI pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru.
Untuk membuka acara, kata sambutan disampaikan oleh Savitri Wisnuwardhani,
Michiko Miyamoto, dan Eva Trisiana. Eva Trisiana yang mewakili Dirjen Binapenta
& PKK memberikan kata sambutan kunci sekaligus secara resmi membuka acara virtual
kick off. Beliau menekankan bahwa Pemerintah memiliki komitmen yang kuat
dalam melindungi PMI dan anggota keluarganya dalam setiap tahapan migrasi.
Salah satu yang dilakukan oleh Pemerintah adalah dengan mengubah paradigma
bahwa PMI bukan lagi objek, melainkan sebagai subjek melalui UU No. 18 Tahun
2017. Sedangkan dalam merespons dampak pandemi Covid-19, Kemnaker RI telah
mengeluarkan kebijakan Kepmenaker No. 294 Tahun 2020. Beliau menyampaikan bahwa
panduan gender dan SOP BLK-LN/LPK-LN dan P3MI merupakan bentuk langkah konkrit
yang dilakukan oleh Kemnaker RI, bekerja sama dengan ILO dan JBM.
Setelah Eva Trisiana secara resmi membuka acara tersebut,
kegiatan dilanjutkan dengan Sesi I, yakni pemaparan Panduan Teknis
Penyelenggaraan Layanan dan Pelindungan PMI yang Responsif Gender (Implementasi
UU No. 18 Tahun 2017) oleh Savitri Wisnuwardhani dan Iswanti Suparma selaku
perwakilan Tim Peneliti JBM. Melalui pemaparan tersebut, Savitri menekankan
pentingnya implementasi UU No. 18 Tahun 2017 yang responsif gender. Responsif
gender tersebut dimaknai bukan memberikan keistimewaan kepada perempuan PMI dan
mendiskriminasi laki-laki PMI, melainkan menerapkan prinsip keadilan dan
kesetaraan gender dengan merespons perbedaan kebutuhan dan kerentanan antara
perempuan dan laki-laki PMI.
Panduan gender terdiri dari empat panduan, yakni panduan
pra-keberangkatan untuk Pemerintah, panduan selama bekerja untuk atase
ketenagakerjaan, panduan untuk P3MI, dan panduan untuk serikat pekerja migran
dan organisasi masyarakat sipil. Savitri dan Iswanti memberikan pengantar
terhadap keempat panduan yang ada, mulai dari pedoman-pedoman pra-keberangkatan
yang responsif gender, catatan penting fungsi atase ketenagakerjaan, peran P3MI
yang responsif gender dalam mencari peluang kerja hingga menempatkan perempuan
PMI, dan fungsi serikat pekerja migran.
Savitri menutup pemaparan dengan menyampaikan rangkaian
kegiatan kemtiraan antara ILO, Kemnaker RI, dan JBM dalam Program Safe and
Fair. Selain panduan gender, telah/akan ada rangkaian kegiatan seperti
sosialisasi dan kampanye pelindungan PMI, peningkatan kapasitas bagi Tripartit Plus
melalui pelatihan, panduan monitoring tool, hingga desain virtual
help desk.
Sesi kemudian dilanjutkan dengan Sesi II: Pelaksanaan Layanan
dan Pelindungan PMI yang Responsif Gender pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru
yang dimoderatori oleh Nunik Nurjanah, UN Women. Dalam sesi ini, Yusuf Setiawan
memberikan pengantar mengenai SOP SOP BLK-LN/LPK-LN dan P3MI untuk Penyelenggaraan
Layanan dan Pelindungan PMI pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru. SOP tersebut
merupakan respons Pemerintah terhadap dampak krisis kesehatan pandemi Covid-19.
Melalui Kepmenaker No. 294 Tahun 2020, dengan banyaknya permintaan penempatan
PMI dari berbagai negara tujuan, SOP dibentuk untuk menyediakan standar tata
cara protokol kesehatan dan penerapan K3, mencegah dan mengurangi penyebaran
virus, dan mengembangkan mekanisme koordinasi dan pelaporan. Dengan adanya SOP
tersebut, Yusuf Setiawan mengapresiasi bahwa Indonesia menjadi satu-satunya
negara pengirim pekerja migran yang diperbolehkan oleh Taiwan untuk melaksanakan
penempatan.
Melalui pembahasan
yang lebih teknis, Sinthia Harkrisnowo menambahkan pemaparan yang telah
disampaikan oleh Yusuf Setiawan. Sinthia menekankan bahwa SOP yang ada bersifat
lebih luas daripada sekadar memitigasi penularan Covid-19, tetapi juga
permasalahan pada masa normal yang lebih tinggi lagi terjadi pada masa pandemi
Covid-19. SOP sudah merupakan regulasi (dalam bentuk Kepdirjen Binapenta &
PKK), dengan cakupan yang lebih luas, yakni melingkupi risiko lain yang
berpotensi terjadi dan meningkat pada masa pandemi, seperti perdagangan orang,
kekerasan berbasis gender, hingga eksploitasi.
Selanjutnya, Sesi
III: Diskusi Layanan dan Pelindungan PMI yang Responsif gender pada Masa
Adaptasi Kebiasaan Baru yang dimoderatori oleh Iswanti Suparma menjadi sesi
terakhir dari acara. Dalam kesempatan ini, sejumlah partisipan yang mewakili
Asosiasi BLK-LN, Asosiasi P3MI, serikat pekerja migran, dan organisasi
masyarakat sipil menyampaikan pandangan dan tanggapan mengenai tantangan
pengimplementasian SOP P3MI dan BLK-LN maupun mengenai situasi PMI di dalam dan
luar negeri.
Lolynda Usman,
Ketua Asosiasi Pengelola Pelatihan Tenaga Kerja Indonesia (AP2TKI) menyatakan
bahwa seluruh BLK-LN anggota AP2TKI telah menjalankan SOP BLK-LN. Sedangkan
terkait kendala yang dialami adalah mengenai ketidakpahaman Pemda terhadap
kebijakan dari kementerian. Sementara itu, AP2TKI juga memiliki perhatian
khusus terhadap staf BLK-LN yang pulang pergi, sehingga menjadi tantangan
tersendiri bagi AP2TKI untuk memastikan bahwa transimisi Covid-19 dapat
dicegah.
Di sisi lain,
terkait pembiayaan menjadi kendala yang diutarakan oleh Filius, Sekretaris
Jenderal Asosiasi Perusahaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (ASPATAKI). P3MI
harus mengurangi margin keuntungannya untuk penganggaran biaya protokol
kesehatan bagi PMI, misalnya untuk berbagai tes swab antigen yang perlu
dilakukan di banyak tahap.
Dina Nuriyati,
sebagai perwakilan dari Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) mengapresiasi
panduan gender dan SOP BLK-LN dan P3MI yang telah dibentuk dan berharap dapat
menjadi solusi dari berbagai permasalahan yang menimpa PMI selama masa adaptasi
kebiasaan baru. Beliau menekankan bahwa sosialisasi harus digencarkan, pasalnya
persoalan informasi adalah hal yang sangat krusial dalam migrasi
ketenagakerjaan. Di Jawa Timur, terdapat BLK-LN yang membuka pelatihan namun
sepi peminat karena tidak tersosialisasikan hingga ke desa-desa.
Terakhir, Nasrikah
dari Persatuan Pekerja Rumah Tangga Indonesia Migran (PERTIMIG) menyampaikan
terkait dengan situasi permasalahan khusus yang terjadi terhadap PMI di
Malaysia antara lain: (i) pelecehan seksual; (ii) gaji tidak dibayar; (iii)
kekerasan; (iv) Perwakilan RI tidak menyediakan pengacara bagi kasus
ketenagakerjaan; (v) keterbatasan akses pengaduan kasus; hingga (vi)
keterbatasan akses perawatan kesehatan.
Yusuf Setiawan,
Koordinator Bina Penempatan PMI, Kemnaker RI menutup acara dengan mengapresiasi
seluruh pihak tripartit plus yang telah berpartisipasi dalam acara maupun dalam
pelindungan PMI. Beliau berharap ke depan pengiriman PMI dapat benar-benar
bebas Covid-19 dan berpesan kepada ketua-ketua asosiasi BLK-LN dan P3MI untuk
tetap berpedoman terhadap SOP serta memberikan pembinaan kepada para anggotanya
agar kepercayaan yang diharapkan dari negara tujuan penempatan benar-benar
dapat diperoleh, terutama mengingat kasus dalam lima hari ke belakang dengan
adanya PMI yang terinfeksi Covid-19 dalam perjalanan menuju Hong Kong.
Sesuai namanya, acara virtual kick off ini merupakan
awal dari rangkaian penguatan kapasitas bagi penyedia layanan dalam
penyelenggaraan layanan dan pelindungan PMI yang responsif gender pada masa adaptasi
kebiasaan Baru, sehingga kegiatan tidak akan berhenti pada acara virtual
kick off. Demi pelindungan PMI yang responsif gender, melalui kemitraan
ini, JBM, ILO, dan Kemnaker RI berharap bahwa rangkaian kegiatan penguatan
kapasitas ke depannya dapat terimplementasi dengan baik.