Pada tanggal 20 Juli 2017, Kementerian Ketenagakerjaan membuat acara sosialisasi program Jaminan Sosial terhadap Pekerja Migran Indonesia. Penjelasan yang disampaikan dalam sosialisasi tersebut adalah mengenai akan dialihkannya Asuransi Pekerja Migran Indonesia yang dikelola oleh 3 konsorsium Pekerja Migran Indonesia yakni Jasindo, Astindo dan PT Asuransi Sinar Mas kepada BPJS Ketenagakerjaan pada tanggal 20 Juli 2017.

Menurut Maruli, Dirjen Kemnaker, ada hal yang menguntungkan bila pemerintah mengarahkan program perlindungan pekerja migran dari asuransi swasta kepada BPJS. BPJS ini tidak bersifat profit untuk kepentingan diri sendiri. Artinya, iuran yang masuk dari Pekerja Migran Indonesia, tidak akan hangus dan akan dikembalikan kepada Pekerja Migran Indonesia. Prinsip serta manfaat Jaminan Sosial yang ditawarkan oleh BPJS antara lain;
Pertama, terkait dengan Laba. Laba disini bearti bahwa iuran yang masuk dari iuran Pekerja Migran Indonesia akan kembali kepada Pekerja Migran Indonesia tanpa adanya pemasukan ke BPJS. Jadi di sini ditekankan bahwa Jaminan Sosial ini merupakan bukan Jaminan yang bukan berbasis kapitalis. Kedua, kemudahan pelayanan dan akses. Artinya, ketika Pekerja Migran Indonesia kembali ke Indonesia lalu sakit, maka akan banyak akses untuk menuju rumah sakit hingga tingkat daerah/desa. Dalam hal ini karena BPJS telah bekerjasama dengan sekitar 5972 rumah sakit di Indonesia dan BPJS juga telah memiliki suku cabang sebanyak 325 kantor sehingga mudah untuk melakukan klaim. Ketiga, BPJS telah memiliki CSR dalam tanggung jawab sosial. Keempat, BPJS juga akan diawasi oleh BPK, KPK dan OJK sehingga benar-benar untuk kesejahteraan rakyat dan non-profit. Keliama, BPJS tidak memiliki batasan klaim, artinya BPJS tidak memilliki aturan batasan dengan menggunakan nominal uang / infinity.
Pak Maruli juga menegaskan bahwa “Jika BPJS dimasukkan dalam Peraturan Menteri, maka perbulannya akan selalu dievaluasi. Artinya, BPJS tidak akan mengambil keuntungan besar seperti kapitalis. Jika anggaran premi semakin banyak, maka BPJS akan mengenbalikan kembali kepada Pekerja Migran Indonesia”
Pembayaran Premi BPJS Ketenagakerjaan
BPJS Ketenagakerjaan yang diwakili oleh Pak Marjono dan pak Krisna, mengungkapan bahwa “Premi Asuransi untuk Jaminan Sosial dari swasta adalah sebesar Rp. 400.000/bulan selama 30 bulan. Sedangkan BPJS untuk pekerja migran premi yang harus dibayar untuk JKK dan JKM adalah sebesar Rp. 370.000,00/bulan selama 31 bulan. Jika pekerja migran ingin menambah program perlindungan JHT, maka iuran yang harus dibayarkan bervariasi antara Rp.105.000,00 hingga Rp.600.000,00/bulan. Pekerja migran dibebaskan untuk memilih berapa jumlah iuran JHT yang akan. Bila pekerja migran ingin memperpanjang kontrak kerjanya, BPJS juga menyediakan perpanjangan BPJS dengan membayar administrasi Rp 13.000/bulan diluar premi JKK, JKM dan JHT.
BPJS juga akan mengembangkan layanan call center yang free agar para Pekerja Migran Indonesia dapat merasakan kehadiran BPJS/Negara dimanapun mereka berada. Layanan ini tersedia baik saat mereka di dalam atau di luar negeri untuk memberikan informasi dan untuk pengurusan klaim. Di luar negeri, BPJS ketenagakerjaan juga mengklaim bahwa akan memberikan layanan penanganan selama 24 jam dan bila terjadi kematian maka BPJS akan segera memfollow up dalam waktu 7 hari kerja setelah pekerja migran melapor ke PPTKIS untuk menghindari adanya kesulitan dalam proses klaim. Dalam sosialisasi tersebut, pihak BPJS atau Pemerintah sangat membutuhkan dukungan serta pengawalan dari semua lapisan terutama dari pekerja migran agar program BPJS dapat terwujud.
Menurut JBM, langkah pemerintah untuk memperbaiki sistem asuransi pekerja migran melalui BPJS perlu diapresiasi. Dengan adanya BPJS, keuntungan akan dikembalikan kepada pekerja. Namun banyak catatan yang harus diperbaiki dalam pelaksanaan BPJS yakni masa transisi mulai dari sistem dan mekanisme harus dibenahi terutama dalam hal klaim. Permasalahan cakupan perlindungan juga perlu diperluas tidak hanya 3 program saja tetapi juga mencakup permasalahan yang paling banyak dialami pekerja migran diantaranya PHK dan gaji tidak dibayar. Tidak cukup hanya meminta pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan PHK atau gaji tidak dibayar oleh majikan selama perbaikan tata kelola migrasi belum di selesaikan hingga akarnya. Selain itu juga permasalahan sosialisasi, meski telah mengundang berbagi pihak, namun sosialiasi ini harus ditingkatkan dan harus mendengarkan masukan dari organisasi pekerja migran baik yang ada di dalam maupun di luar negeri untuk perbaikan pelayanan kedepannya karena pekerja migran adalah peserta yang akan mengiur dan menerima manfaat dari jaminan sosial ketenagakerjaan (BPJS ketenagakerjaan).